Fly with your imajination

Showing posts with label Fanfict Onesoot. Show all posts
Showing posts with label Fanfict Onesoot. Show all posts

Thursday, September 27, 2018

LITTLE THINK


Genre: Romance hurt, drama
NARUTO MASASHI KISHIMOTO
WARNING: AU, OOC, OC (sedikit) typo (mungkin banyak), alur GaJe, (masih perlu banyak belajar)
Little Things Mickey_Miki (@mickey139)
.
.

Mohon maaf jika ada kesamaan ide cerita

DLDR

.
.

Inspired by Little Things - One Direction



Zayn:

Your hand fits in mine
Like it's made just for me
But bear this in mind
It was meant to be
And I'm joining up the dots
With the freckles on your cheeks
And it all makes sense to me

Tanganmu tepat di genggamanku
Seperti hanya tercipta untukku
Tetapi tahan hal ini dalam pikiran
Ini sudah ditakdirkan
Dan aku sedang menghubungkan titik-titik
Dengan bintik-bintik di pipimu
Dan itu semua masuk akal bagiku

****

Hari itu petang telah tiba, warna langit terlihat tampak indah dengan warna lembayung yang mendominasi. Kami masih duduk di pinggir sungai sambil melihat bocah-bocah tengah bermain lari-larian.

Senyum bocah-bocah itu tak pernah pernah surut dari wajah, membuat lembayung sore tampak berbeda dari waktu yang lain.

Aku tidak tahu sudah berapa lama kami menikmati suasana ini, yang jelas ketika bersamanya waktu seolah cepat berlalu. Segala penat terasa terangkat dari tubuh. Hangat iris Emerald-nya ketika menatapku mampu menenangkan segala gusar yang menempeliku. Mungkin itulah sebabnya aku menyukai ketika menatap matanya. Aku merasa berada di musim semi yang hangat. Well, meski tiap kali kami bersama, hanya ocehan yang selalu keluar dari mulutnya bahkan tak jarang ia juga mengeluh. Tapi, entah mengapa aku malah menyukainya.

Aku suka ketika ia cemberut, wajahnya yang bulat semakin membulat hingga membuatku tertawa. Dia menjadi berkali lipat lucu. Aku juga suka ketika ia cemburu (tapi bukan pada porsi yang berlebihan). Entah kenapa aku malah melihatnya semakin memesona. Yah, kalian bisa menganggapku kurang waras jika kalian tak pernah merasakan hal yang sama denganku.

Tapi, ada hal yang tidak aku sukai dari dirinya, yaitu ia selalu mengeluhkan masalah bintik-bintik di wajahnya saat kami sedang bersama. Memang apa salahnya memiliki bintik-bintik di wajah? Toh, itu tidak akan mengubah penilaianku terhadapnya. Di mataku ia tetap cantik meski dengan bintik-bintik di pipi.

****

Liam:

I know you've never loved
The crinkles by your eyes when you smile
You've never loved
Your stomach or your thighs
The dimples in your back at the bottom of your spine
But I'll love them endlessly

Aku tau kau tak pernah suka
Kerutan mata saat kau senyum
Perutmu atau pahamu
Kamu tak pernah suka
Lekukan di punggungmu di bagian bawah tulang belakangmumu
Tapi aku akan cintai itu semua selamanya

****

"Besok weekend kita ke taman bermain, Kau mau?" aku tersenyum mendengar suara riangnya yang keluar dari bibirnya.

"Aku ingin naik wahana roller coaster, masuk rumah hantu, dan terakhir bianglala raksasa. Aku ingin berteriak keras. Aku ingin memacu adrenalin untuk melupakan kekesalanku di kantor."

Aku menyerngit, "Ada apa dengan kantor?" tanyaku.

"Di kantor, bosku yang botak itu terus saja mengomentari pekerjaanku. Berbeda sekali dengan karyawan baru itu. Dia malah dibalas lembut oleh Si Botak. Mentang-mentang wanita itu cantik, seksi, dan punya muka mulus, semua kekesalan Si Botak yang harusnya dia berikan pada karyawan itu malah dia alihkan padaku." keluhnya. Wajahnya yang cemberut membuatnya semakin menggemaskan dan menggoda tanganku untuk mencubit pipinya.

"Maka dari itu, kita ke sana yah Sasuke-kun? Senang-senang, teriak-teriak, dan menikmati senja juga sunset dari atas bianglala. Aduh, memikirkannya saja buat bibirku tersenyum terus." tuturnya dengan senyum khas yang selalu menstimulasi otakku untuk turut merasakannya.

Bahagia.

Nyaman.

Dan aku bisa merasakan masa depan cerah saat bersamanya.

Tapi—

"Aduh, aku lupa. Aku tidak boleh terlalu banyak tersenyum."

—senyumku perlahan memudar ketika ia berhenti tersenyum dan menampakkan wajah kurang semangatnya alias murung.

"Kenapa tidak boleh tersenyum?"

"Karena kerutan di wajahku akan semakin banyak."

Keningku mengkerut memperhatikan kerutan yang dia maksud di wajahnya. Tapi, tak satu pun ada yang nampak di retinaku. "Aku tidak melihat ada kerutan di wajahmu, Sakura."

"Masa kau tidak lihat. Ini..." Sakura menunjuk area di matanya, "ini..." lalu di samping bibir kanan, "ini lagi..." selanjutnya di samping bibir kiri. Sekarang kau sudah lihatkan?"

Aku menggeleng.

Sakura berdecak sambil menggeleng, "Sepertinya kau harus memakai kacamata plus, Sasuke-kun."

"Buat apa?" aku sedikit menyerngit. Meski tahu alasannya.

"Karena matamu tidak bisa melihat kerutanku. Aku saja, biar tidak bercermin, bisa kurasakan." jelasnya dan aku hanya bisa bungkam sambil menghela nafas dalam. Selalu seperti ini.

Padahal senyum yang ia miliki adalah salah satu favoritku. Tetapi, karena masalah kerutan bodoh itu, ia tak mau lagi tersenyum.

"Aku ingin diet." katanya tiba-tiba.

Lagi?

"Kenapa?"

"Kenapa tanya kenapa?" sergahnya, "Tentu saja karena aku ingin tampil cantik. Kau tidak lihat bagaimana lemakku ini menumpuk di perutku sampai membentuk lipatan seperti ini. Pahaku juga semakin besar, bahkan lebih besar dari perutmu..." berlebihan sekali. "Aku tidak mau ketika jalan di tempat ramai denganmu, aku malah dikira sebagai ibumu dan bukan sebagai pasanganmu. Aku ingin memiliki bentuk tubuh seperti model supaya bisa mengimbangimu." jelasnya.

Dan aku hanya bisa memutar mata jengah. Yah perempuan dengan masalah mereka.

Sebenarnya standar kecantikan kaum hawa itu seperti apa? Bukankah tampil menarik itu berdasarkan pandangan laki-laki? Dan buat apa mereka mengeluhkan masalah yang sebenarnya tidak masalah buat kami? Bagiku sebanyak apapun lemaknya berlipat di perutnya, sebanyak apapun bintik di wajahnya, dan sebanyak apapun kerutan di wajahnya, dia tetap menarik.




****
CHORUS: (Zayn and Liam)

I won't let these little things slip out of my mouth
But if I do
It's you
Oh it's you
They add up to
I'm in love with you
And all these little things

Aku nggak akan membiarkan hal kecil ini keluar dari mulutku
Tapi jika terjadi
Itu kamu
Oh itu kamu
Hal-hal kecil itu masuk akal
Aku jatuh cinta padamu
dan semua hal-hal kecil ini

****

"Bagaimana penampilanku?"

Aku hanya mengedip beberapa kali sebagai jawaban. Aku benar-benar tidak tahu harus menjawab apa dengan pertanyaan mudah namun sangat sulit itu. Aku tidak mungkin menjawab blak-blakan dengan mengatainya aneh. Ia pasti akan sedih dan kembali ke kamar lalu mengganti pakaiannya dengan pakaian yang lain dan membuat acara kencan kami terancam batal.

"Tidak kok. Kau terlihat cantik."

Tidak peduli pada anggapan orang, bagiku kau tetap cantik, bagaimana pun dirimu.

"Apa bintik-bintik di wajahku masih terlihat."

Aku mengangguk. Astaga, aku kecoplosan. "Tapi, tenang saja. Bintik itu malah terlihat manis di wajahmu. Dan aku menyukainya. Tidak usah ditutupi."

"Apa nanti tidak akan dianggap aneh oleh orang lain, Sasuke-kun?"

"Tidak."

"Benarkah?"

"Tentu saja." sahutku dengan senyum.

"Apa aku terlihat seksi dengan baju ini?"

"Kenapa malah tanya seperti itu, Sakura?"

"Karena aku ingin semua orang melihat, kalau aku juga bisa disandangkan dengan seorang Uchiha Sasuke."

Aku mendengus, "Jadi pandangan orang-orang lebih penting dari kekasihmu sendiri, hm?"

Dan Sakura pun menjadi diam.

"Bagiku, pakaian apapun yang kau pakai, asalkan kau menjadi dirimu sendiri, menjadi Sakura yang sudah membuat seorang Uchiha Sasuke memberikan hatinya, kamu tetap menarik di mataku. Dan apapun anggapan orang tentangmu, aku tetap menyukaimu. Di kepalaku sudah tertancap paku yang bertuliskan namamu bahkan di hatiku pun hanya ada namamu di sana."

Sakura tak lagi menyahut, protes atau pun mencibir. Ia hanya menunduk. Malu. Rona merah sudah bertaburan di wajahnya, membuat wajahnya semakin manis.

****

Louis:

You can't go to bed
Without a cup of tea
And maybe that's the reason why you talk in your sleep
And all those conversations
Are the secrets that I keep
Though it makes no sense to me

Kamu nggak bisa tidur
Tanpa secangkir teh
Dan mungkin itu alasan kenapa kamu bicara dalam tidurmu
Dan semua percakapan itu
Adalah rahasia yang aku pegang
Meskipun itu tidak masuk akal bagiku

****


"Tambah coklatnya... jangan lupa krimnya..."

"Sasuke-kun, ice cream..."

"Itu enak... nyam nyam..."

"Ah... jangan ambil kueku..."

Aku hanya bisa terkikik melihat Sakura mengigau seperti itu. Dia seperti aktris yang sedang memainkan perannya. Banyak ekspresi yang bisa kulihat darinya yang tak mau dia perlihatkan. Kadang dia seperti anak kecil yang sedang merajuk, kadang ia seperti ibu-ibu yang manja, kadang ia tertawa, marah, senyum, dan yang paling aku sukai adalah saat ia mengucapkan kata cinta sambil tersenyum.

"...cinta Sasuke-kun..."

Tapi, ini adalah rahasia.



****

Harry:

I know you've never loved the sound of your voice on tape
You never want to know how much you weigh
You still have to squeeze into your jeans
But you're perfect to me

Aku tau kau tak pernah suka suaramu yang terdengar di rekaman
Kau tak pernah mau tau berapa berat badanmu
Kau tetap harus memaksa untuk pakai jinsmu
Tapi kamu sempurna bagiku

****

Just give me a reason
Just a little bit's enought
Just a second we're not broken just ben
And we can learn to love again

I never stopped
You're still written in the scars on my heart
You're broken just ben
And we can learn to love again

Oh tear duct and trust
I'll fix for us
We're collecting dust
But our love's enought
You're holding it in
You're pouring a drink
No nothing is as bad as it seems
We'll come clean

Just gime a reason
Just a little bit...

"Sasuke-kun...!"

"Kenapa berhenti?" tanyaku saat bokongku sudah menempel pada kursi.

Sejenak sakura hentikan proses membuat sarapan untuk kami. Teflon di tangan kanannya masih belum terisi telur dadar sedangkan di tangan kirinya sudah siap adonan telur dadar untuk dicetak di atas teflon. "Sejak kapan kau ada di sana, Sasuke-kun?" tanyanya. Wajahnya sudah memerah karena menahan malu.

"Dari tadi." balasku tak acuh sambil mencomot sosis goreng yang sudah dia sediakan di atas meja.

"Kenapa tidak bilang sih? Aku kan jadi malu." keluhnya lalu menuju lemari es dan mengambil jus jeruk untuk dituangkan ke dalam gelas dan memberikan kepadaku.

"Kenapa malu? Suaramu bagus kok. Cempreng kayak kaset rusak..."

Dan matanya membulat. Asap perlahan mengepul dari kepala Sakura tanda kalau saat ini ia sedang marah.

Sakura membuka lemari es dengan kekuatan lalu menyimpan jus jeruk kemudian menutupnya lagi dengan kencang hingga menghasilkan suara berdemum keras. Kucing yang ingin mencuri ikan hanya bisa lari terbirit tanpa berhasil melaksanakan tujuannya.

Ia kembali pada masakannya yang sempat tertunda lalu melanjutkannya dengan gerakan kasar. Suara teflon dan spatula beradu dan menghasilkan suara tidak enak di telinga. Bahkan gigiku pun terasa ngilu karenanya.

"Kalau tidak suka, tidak usah didengar."

"Tapi, telingaku sepertinya sudah rusak karena menyukai suaramu itu. Kau tahu, kalau kau mandi, aku biasanya duduk di depan pintu kamar mandi hanya untuk mendengar suaramu itu."

Lalu ia menunduk, suara adu teflon dan spatula perlahan jadi lembut. Tak sekeras tadi, bahkan tak terdengar sama sekali. Ia mematikan kompor dan menuangkan adonan telur dadar dalam piring lalu menaruhnya di depanku. Dari tempatku duduk samar-samar aku bisa melihat rona yang tercetak di wajahnya.

Ia terlihat menggemaskan seperti itu. Dan aku semakin mencintainya.



****

CHORUS:(Harry and Niall)

I won't let these little things slip out of my mouth
But if I do
It's you
Oh it's you
They add up to
I'm in love with you
And all these little things

Aku nggak akan membiarkan hal kecil ini keluar dari mulutku
Tapi jika terjadi
Itu kamu
Oh itu kamu
Hal-hal kecil itu masuk akal
Aku jatuh cinta padamu
dan semua hal-hal kecil ini

****

Katanya perempuan itu sangat sensitif. Itu benar.

Katanya perempuan itu sangat senang dipuji. Dan itu juga benar.

Kekasihku juga senang dipuji, tapi terkadang aku malah mengatakan hal yang sebaliknya. Mulutku sering kecoplosan dan mengatakan sesuatu yang tak disukainya.

Kadang aku bilang kalau bajunya kekecilan, dan ia malah marah. Katanya, secara tidak langsung aku mengatainya gendut. Padahal aku bicara seperti itu juga untuk dirinya. Aku tidak ingin ia menyiksa diri dengan memakai baju ketat dan membuatnya merasa sesak. Aku paling benci melihatnya kesusahan.

Atau ketika aku memberinya hadiah berupa timbangan pas hari ulang tahunnya. Alih-alih menerimanya dengan senyum, ia malah menangis dan mengurung di kamar selama tiga hari. Ia bilang kalau aku adalah laki-laki paling tidak peka. Kekasih yang tidak bisa mengerti. Padahal tujuanku itu agar ia punya motivasi untuk menurunkan berat badan seperti keinginannya.

Nanti setelah seminggu kemudian aku menjelaskan ia baru membuka pintunya untukku dan memberiku senyuman yang selalu membuatku terpikat.

Pernahkah aku bilang kalau sorot matanya juga meluluhkan segala penatku dan mengangkat beban berat di pundakku?



****

Niall:

You'll never love yourself
Half as much as I love you
You'll never treat yourself right darlin'
But I want you to
If I let you know I'm here for you
Maybe you'll love yourself
Like I love you

Kamu tak akan pernah mencintai dirimu sendiri
Bahkan setengah banyaknya dari seperti Aku mencintaimu
Kau tak akan pernah memperlakukan dirimu dengan benar sayang
Tapi aku ingin kamu (memperlakukan dirimu dengan baik)
Jika aku biarkan kamu tau aku disini untukmu
Mungkin kamu akan mencintai dirimu
Seperti aku mencintaimu... Ohoh

****

Aku heran, mengapa perempuan selalu mengeluhkan tentang dirinya?

Meski itu terbilang kecil atau mungkin tidak usah dipermasalahkan, kalau menurutku.

"Sepertinya aku naik dua kilo gara-gara dinner kita semalam." keluhnya setelah kami istirahat di dudukan taman bermain.

Aku memandangnya. Tidak ada yang berubah menurutku. Ia tetap sama saja. Dia masih imut sejak terakhir kali kulihat. Tetap cantik dengan bintik-bintik kecil di wajahnya. Tetap terlihat seksi dengan lemak yang berlipat di tubuhnya.

"Pokoknya aku akan diet, titik. Dimulai sejak detik ini."

"Kau yakin?"

Sakura mengangguk mantap. "Aku pasti akan menurunkan berat badanku. Kau lihat saja nanti, Sasuke-kun."

"Hm... beberapa hari yang lalu, sepertinya kata-kata itu pernah kudengar dan lihat kenyataannya."

Ia diam tampak malu karena sindiranku.

"Tapi, itu karena kamu yang selalu menggodaku dan membawakanku makanan kesukaanku." balasnya tidak terima.

"Itu artinya, kamu masih belum cukup tekad. Lagipula apa salahnya punya badan besar? Aku malah menyukaimu seperti itu."

"Tapi"

"Kenapa mesti pedulikan pendapat orang lain. Tubuhmu adalah milikmu, wajahmu juga. Aku adalah kekasihmu dan bukan kekasih orang lain. Aku saja kekasihmu tidak mempermasalahkan, kenapa malah memedulikan pendapat orang lain."

"Aku hanya ingin membuatmu senang kalau aku berubah."

"Itu semua tidak perlu. Cukup jadi dirimu sendiri, aku sudah senang. Lagipula selama ini, aku tidak pernah mengeluh, kan? Meminta sesuatu juga tidak pernah. Aku mencintaiumu bukan karena ingin fisikmu berubah atau wajahmu yang jadi cantik. Aku itu hanya cinta tanpa ada embel-embel yang mengikut."

"Sungguh kah?"

"Iya."

Setelah mengatakan itu, aku membawanya ke dalam pelukan. Hanya butuh beberapa detik hingga air matanya perlahan menetes dan membasahi kemeja putihku.




****

Harry

And I've just let these little things slip out of my mouth
Because it's you
It's you
Oh it's you
They add up to
I'm in love with you
And all these little things

Aku telah membiarkan hal kecil ini keluar dari mulutku
Karena itu kamu
Itu kamu
Oh itu kamu
Hal-hal kecil itu masuk akal (add up disini idiomnya make sense)
Aku jatuh cinta padamu
dan semua hal-hal kecil ini


****

"Ada apa? Kamu terlihat begitu gelisah." ia bertanya setelah beberapa detik melerai pelukan.

"Aku tidak apa-apa." sahutku pura-pura tak acuh.

"Bohong!" tudingnya. Matanya memicing tampak curiga. Ia menatapku dengan intens mencoba mencari sesuatu yang kusembunyikan lewat tatapan matanya.

"Serius. Tidak ada apa-apa. Kau terlalu banyak khawatir." ucapku berusaha membuatnya tak curiga lagi.

"Baiklah." lanjutnya sambil menghela nafas.

Tiba-tiba terdengar bunyi dentangan menara jam dan bergema di seluruh wilayah taman ria. Senyumku terbit. Akhirnya tiba juga, mereka pastu sudah berhasil membereskannya.

"Kau mau ikut aku ke suatu tempat?"

"Ke mana?"

"Ke suatu tempat."

"Iya, tapi ke mana?"

"Kau mau ikut atau tidak?"

"Iya, baiklah. Kau pemaksa sekali, Sasuke-kun."

Aku mengandeng tangannya lalu mengajaknya ke tempat yang sudah kupersiapkan.

Naik mobil sekitar lima belas menit sampai tiba di sebuah perumahan mewah. Di sepanjang jalan, lampu-lampu warna-warni sudah dihias hingga menghasilkan kerlipan bagaikan di sebuah negeri dongeng.

"Loh, kenapa rumah yang kita tuju justru tampak gelap dibanding dengan rumah-rumah yang lain?"

"Entahlah, mungkin lampunya redup. Ayo..." ujarku seraya menarik tangannya agar ikut denganku.

Karena ruangan yang sangat gelap, kami hanya menggunakan flashlight dari ponsel untuk menerangi jalan kami. Hingga sampai ke halaman belakang aku mendudukkan dirinya di sebuah bangku gazebo.

"Tunggu di sini, aku akan melihat panel lampu." sahutku lantas bergerak untuk mencari panel listrik. Barangkali matinya lampu karena dipengaruhi oleh matinya panel listrik.

Sakura langsung menahan bajuku, "Aku ikut saja Sasuke-kun. Aku takut sendiri. Di sini kan gelap."

Aku berusaha menenangkannya, "Tidak apa-apa." balasku dengan suara yang lembut di sisi telinga kirinya.

"Tapi, ini mengerikan." ucapnya.

"Aku ada di sini. Kau tenang yah!"

Lalu perlahan aku meninggalkannya sendiri. Ia sempat panik, namun tidak lama hingga ia bisa tenang kembali di balik gelap. Flashlight masih menerangi tempatnya.

Aku menunggu sambil berdiri tidak jauh dari dirinya. Bunga mawar merah dan kotak buludru merah yang sudah kusiapkan sudah siap digenggaman tanganku.

Tiba-tiba lampu-lampu kecil dari berbagai warna menyala. Seluruh halaman belakang di penuhi oleh kerlipan lampu. Mulai dari pohon besar maupun kecil dililit oleh lampu-lampu itu, bunga sampai atap gazebo, juga sekeliling kolam renang. Sakura sampai terpana dengan apa yang sudah kuperbuat.

"Ini sungguh mengagumkan." ucapnya sambil membekap mulutnya. Irisnya bersinar akibat bias dari cahaya lampu. Sakura seperti dewi yang dikelilingi oleh cahaya. Dan ia terlihat indah.

Aku tidak akan meragukan kata-kata Naruto karena ia adalah pakarnya untuk memberikan kejutan untuk kekasihnya. Bahkan Hinata sampai menangis karena kejutan Naruto kemarin.

Aku menghampiri Sakura yang masih terpana dengan kejutan yang kuberikan untuknya. "Apa kau menyukainya?" tanyaku berharap ia sangat menyukainya.


Dia mengangguk sambil menangis karena perasaan haru luar biasa yang ia rasakan. Dan hanya berselang beberapa detik, ia langsung menubrukku. Tolong jangan bayangkan ketika gajah menubruk kelinci. Aku akan marah.

"Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan padamu. Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku mencintaimu. Sangat." ujar Sakura dengan suara sengau.

"Aku juga sangat mencintaimu. Hanya saja, aku tak yakin kalau kau lebih mencintaiku dibanding aku yang mencintaimu." balasku.

"Terserah. Yang jelas aku sangat mencintaimu."

"Hm... betewe, bunga yang kusiapkan untukmu sepertinya sudah rusak." ucapku ketika teringat bunga yang sudah kusiapkan ternyata berada di depan tubuhku, di mana Sakura sudah menubruknya dengan tubuhnya yang agak gempal.

Ia kemudian melerai peluknya. Dengan tatapan sedih ia mengambil bunga yang sudah rusak itu dari genggamanku. Hanya tersisa beberapa kelopak bunga mawar merah yang masih utuh, sisanya jatuh berhamburan di lantai.

"Biarlah. Akan kusimpan." katanya seraya membaui bunga itu.

Aku berdehem untuk membersihkan kelat dari tenggorokanku. "Jadi," jeda untuk beberapa detik ketika aku menghembuskan nafas panjang dan menyiapkan mental untuk mengungkapkan apa yang sudah kusiapkan dari dulu.

Aku berlutut dengan kaki kanan yang kutekuk, "Kau mau menikah denganku?" tanyaku.

Sayangnya karena keinginanku itu, semua kata-kata yang sudah terangkai dalam kepalaku tidak ada gunanya. Semua ungkapan puitis dari Sai, tak berguna, bahkan syair pujangga dari Naruto pun hilang dari otakku. Nyatanya aku malah melamarnya dengan kalimat singkat tanpa ada kata-kata romantis yang kutambahkan.

Jantung berdegub lebih cepat karena harap-harap cemas. Keringat dingin pun sudah mengalir dari pori-pori tubuh, karena menunggu satu kata yang akan menentukan usahaku ini.

Tidak lama kudengar helaan nafas dari Sakura. Jantungku semakin berdegup kencang karena helaan yang berarti ambigu itu keluar dari mulutnya.

"Apa kau yakin, Sasuke?"

"Aku tak pernah main-main dengan ucapanku, Sakura."

"Tapi, kau tahu sendiri bagaimana kondisiku. Aku jelek, aku gemuk, tidak menarik, badanku tidak seksi, dimukaku banyak bintik hitamnya, bahkan kerutan sudah muncul di wajahku."

"Apa aku pernah memintamu untuk merubah penampilanmu?" Sakura menggeleng, "Apa aku pernah protes dengan kekuranganmu?" lagi-lagi Sakura menggeleng, "Itu karena aku menyukaimu Sakura. Bukan karena ada alasan, melainkan karena kau adalah Sakura."

Dan air mata Sakura kembali menetes, "Jadi, apa jawabanmu Sakura."

Dengan tersedu, Sakura menjawab, "Ya." sambil menerima cincin yang kusodorkan padanya.

Aku bangkit seraya membawanya dalam pelukku, "Terima kasih."

Aku benar-benar bahagia malam ini.

.
.
.

FIN

.
.

A/N : Songfict pertama yang saya buat. Agak aneh memang, karena ini hanya dicoba-coba :D semoga bisa menghibur.Seperti yang kalian ketahui, Fict ini memang terisnpirasi dari lagu ONE DIRECTION dengan judul yang sama (namanya juga songfict). Memang lagunya sudah sangat lama, tapi gak tahu yah aku pengen buat. Lagu ini banyak mengajarkan kita hal baik (atau cuman satu ,), tergantung kalian bagaimana menafsirkannya. yang jelas bagiku lagu ini mengajarkan tentang menerima kekurangan diri sendiri. Meskipun bentuk tubuh kita agak sedikit berbeda pun dengan wajah kita yang tidak semenarik cewek lain, belum tentu pasangan kita tidak menyukainya, tidak menerimanya. Intinya, jangan terpengaruh oleh pendapat jelek orang lain, jadilah dirimu sendiri, karena sejatinya penilaian penting itu berasal dari pasanganmu, bukan orang lain.

okelah, sudah cukup cuap-cuapnya. Silahkan review di kolom komentar yah... :)

.
.
.

OMAKE

.
.

"Oooiiii, Teme sampai kapan kau akan memeluk, Sakura-chan? Kami sudah lapar..."

"Ck, mengganggu saja. Kalau lapar, kalian tinggal makan, makanannya kan sudah tersedia si atas meja. Tidak perlu bantuanku, kan untuk mengambilnya? Kalian sudah dewasa."

"Dasar... setidaknya kau harusnya sadar diri Sasuke, wajah Sakura sudah mau meledak."

"Sebentar lagi Sakura-san akan pingsan kalau kau begitu terus Sasuke."

"Kalian tidak usah mengurusi mereka. Biarkan saja mereka merasakan momen bahagia mereka ini. Shikamaru, Sai, kalian hanya mau jadi penonton saja atau ikut Naruto yang sudah menyantap makanannya? Ayo Hinata..."

"Ck, mondekusai..."


Share:

Thursday, July 5, 2018

Sly Vs Tsundere [Sequel DRUNK 1/5]

Cerita ini adalah sequel, kalau belum baca cerita sebelumnya di sarankan klik ini

DRUNK
Sly Vs Tsundere © Mickey_Miki
Pair: Naruto dan Hinata
Rate: M
Disclaimer : NARUTO © MASASHI KISHIMOTO dan semua character yang ada di dalam cerita ini
WARNING: AU,OOC, typo, alur kecepatan, ga⎯je dan lain-lain (suka-suka Mickey),
.
.
SUMMARY
Tentang bagaimana kelicikan Naruto dan sifat Hinata yang Tsundere dipertemukan.
Naruto mendekatkan bibirnya di telinga Hinata dan berbisik pelan. “Aku benar-benar tidak sabar untuk merasakan kembali tubuhmu─” Bisikan itu sangat sensual penuh godaan di telinga Hinata dan membuatnya terbang melayang, membayangkan sesuatu yang erotis bersama laki-laki itu.
“Maaf, brengsek. Tapi aku tidak bisa dan aku tidak mau. Tidak akan pernah mau”
.
Bagian 1



.
Hinata tidak tahu harus senang atau malah sedih sekarang. Harta berharganya, kehormatannya, kesuciannya yang selalu dia jaga hilang dalam satu malam. Keperawanannya yang menjadi modal utama dirinya untuk sang suami kelak hilang direnggut oleh sang atasan, yang baiknya karena atasannya itu tidak melarikan diri dan bersedia untuk bertanggung jawab. Namun, entah mengapa Hinata malah merasa ada sedikit kejanggalan dari ini semua dan ia tidak tahu apa itu.

Dia benar-benar tidak ingat sama sekali kegiatan mereka waktu itu, namun ketelanjangannya di balik selimut ketika dia bangun dan melihat lelaki itu yang juga baru selesai mandi membuatnya mau tak mau menepis kejanggalan itu dan malah melayang memikirkan hal-hal gila, belum lagi dengan pengakuan dari atasannya itu yang membuatnya benar-benar malu sampai rasanya ingin menghilang saat itu juga.

Namun walau begitu, hinata malah tidak merasakan perasaan layaknya gadis yang kepolososannya baru saja direnggut. Dia tidak menangis, bersedih ataupun putus asa kala itu, dia hanya marah dan sedikit… kecewa.

Yah mungkin kecewa karena tidak merasakan saat-saat dirinya kehilangan kesuciannya. Ia kecewa karena tidak ingat dengan rasa nikmat yang katanya adalah surga dunia sampai ingin terus mengulangnya seperti tidak akan ada lagi hari esok— dan sering di banggakan oleh sahabat juga para wanita penggosip di kantornya. Ia kecewa karena tidak bisa melihat wajah penuh nikmat dari seorang Namikaze Naruto karena pelepasan oleh dirinya, wajah yang sering diagung-agungkan oleh para wanita yang menginginkan seorang pria dengan aroma jantan yang memikat untuk menghangati tempat tidurnya seperti Naruto. Ia kecewa…

Brengsek.

Ia kecewa, kenapa malah otaknya tidak bisa berhenti mengingat dan membayangkan wajah atasannya itu. Sepertinya ia benar-benar harus memeriksakan kepalanya ke rumah sakit atau langsung ke dokter bedah untuk mencuci otaknya agar pikiran kotor yang sudah ditulari oleh sahabat juga bos mesumnya itu hilang.

Tapi, kalau dipikir-pikir lagi, mungkin seharusnya dia memang harus merasa senang atau setidaknya merasa bangga karena sudah tidur dengan atasan yang notabenenya adalah laki-laki tampan dan sukses sekaligus sangat digilai oleh banyak wanita. Yah seharusnya.

Tapi mengingat bagaimana sifat asli dari atasannya itu. Bagaimana tingkat kemesuman lelaki itu yang mungkin sudah masuk dalam taraf akut atau malah sudah berada pada level stadium akhir. Belum lagi sifat bossy dan menyebalkannya masih terlekat erat dalam diri laki-laki itu. Hinata malah sedikit menyesal sudah pernah mengaguminya dan menyukainya.

Hinata kembali mengingat beberapa hari setelah peristiwa mabuknya dan tidur bersama Naruto itu terjadi. Alih-alih memperlakukan hinata dengan lembut dan penuh kasih setelah kejadian beberapa malam— yang katanya sangat panas penuh dengan gairah yang membara, malah sama saja. Bahkan perlakuannya bertambah parah. Atasannya itu tidak akan tanggung-tanggung mengerjai hinata sampai gadis itu kelelahan dan berakhir di Bar bersama dengan teman-temannya— tapi untungnya setelah kejadian itu, kewaspadaan Hinata menigkat.

Hinata benar-benar mengutuk minuman merah yang sudah membuat dirinya berakhir di ranjang dengan atasannya itu dan ia bersumpah demi serangga-serangga imut milik Shino— teman sekolahnya dulu— jika dia tidak akan pernah lagi menyentuh minuman terkutuk itu. Cukup hari itu saja, hari tersial dalam hidupnya—atau malah hari beruntungnya?

Teman-teman hinata sendiri pun tidak ada yang terlalu ambil pusing dengan tingkah kekanakan Hinata yang selalu mendumel sendiri layaknya orang gila kehilangan boneka kesayangannya sehabis pulang kerja. Bagi mereka kelakuan Hinata itu sudah terlalu biasa. Apalagi alasannya kalau bukan karena atasannya yang kembali berulah. Naruto Uzumaki. Pria dingin yang anehnya banyak digilai wanita, entah apa yang mereka lihat dari laki-laki penyuka ramen itu─ Well, tapi teman-teman Hinata tidak termasuk ke dalamnya. Mereka juga punya target sendiri yang harus mereka dapatkan.

“Dasar laki-laki mesum, brengsek. Aku benar-benar ingin menghajarnya, memotong miliknya hingga….” Kata Hinata setelah keluar dari ruang atasannya. Sengaja tidak melanjutkan perkataannya, karena tidak ingin didengar oleh wanita-wanita satu devisinya. Kadang-kadang tembok pun punya telinga, kata hinata dalam hati. Setelah melihat beberapa lirikan tajam kearahnya.

Bukan rahasia lagi kalau sebenarnya Hinata sangat membenci Naruto— dibalik rasa sukanya, mungkin— yang selalu mem-bully-nya dan wanita-wanita bar-bar penggila Naruto itu malah ingin berada di posisinya. Well, Hinata sih tidak akan pernah keberatan dengan hal itu. Dia malah sangat bersemangat bertukaran— sebagai seseorang yang di-bully, tentu saja— jika ada yang mau mengajukan pada Naruto.

Tapi, mereka tidak ada yang berani. Mereka hanya secara terang-terangan menampakkan raut tidak sukanya juga delikan-delikan sinis untuknya yang sangat tidak ia pedulikan. ‘Hell, apa mereka buta atau mereka memang bodoh tidak bisa melihat situasi?’ Kata Hinata dalam hati. Ia tentu tidak akan pernah berani mengucapkan itu di hadapan mereka semua, bisa-bisa ia juga kena bully mereka.

Hinata berjalan kembali kemejanya. Laki-laki itu benar-benar menguras semua emosi juga tenaganya. Hinata sudah seperti OB di perusahaan ini─ ah tidak, tapi gadis itu seperti pembantu pribadi Naruto yang bisa disuruh-suruh apa saja, padahal dia salah satu karyawan yang punya kedudukan di kantor itu juga tingkat kesibukan yang sangat padat dan laki-laki itu malah menambah bebannya.

Dasar brengsek. Tidak bisakah laki-laki itu diam dan hanya mengerjakan pekerjaannya saja dan membiarkanku beristirahat barang sehari saja? Keluhnya dalam hati.

TREEEET

Hinata menggeram kesal ketika suara telepon di atas mejanya kembali berbunyi padahal dia baru saja duduk dan berniat mengistirahatkan tubuh lelahnya.

Dan tanpa di beritahu pun Hinata sudah tahu siapa orang brengsek di seberang sana yang sudah membunyikan telepon itu, siapa lagi kalau bukan si mesum brengsek, Naruto Uzumaki. Orang yang sudah membuat hari-harinya yang sempurna sukses berantakan.

Malas-malasan Hinata menekan tombol penerima itu. “Ya—”

“Hinata bawa laporan yang ku minta kau revisi ke ruanganku sekarang!”

Sial

“Baik─”

Pip

“Lah...”

Sial sial sial



TBC

Mickey139


Klik ini untuk lanjut baca BAGIAN 2
Share:

Monday, July 11, 2016

DRUNK 1/3

Pair: Naruto dan Hinata
Rate: M
Genre: Romance & drama
Disclaimer : NARUTO © MASASHI KISHIMOTO dan semua character yang ada di dalam cerita ini
WARNING: AU,OOC, typo, alur kecepatan, ga⎯je dan lain-lain (suka-suka Mickey),
Story by
Mickey_Miki
.
.
SUMMARY

Bagaimana jika apa yang kau lihat tidak sesuai dengan aslinya. Hanya cover yang menutupi sifat asli dari seseorang. Tapi bagusnya, karena hal itulah dia bisa mendapatkan orang yang dia sukai.
.
.
.
20++
NOT FOR CHILD
BAGI YANG MASIH DI BAWAH UMUR, SILAHKAN DI CLOSE DAN JANGAN COBA-COBA DI BUKA.
.
.

.
.
.

Hari menunjukkan semakin petang, hampir semua karyawan kantor Ucihara Corp. telah kembali ke rumahnya. Mungkin hanya ada beberapa karyawan yang masih berada di kantor termasuk mereka yang tengah lembur. Hinata berjalan sendiri di koridor kantor karena mendapat tugas dari sang atasan. Entah apa yang dipikirkan Naruto menyuruh Hinata mengambil berkas di ruang yang jaraknya sangat jauh dengan ruang kantornya, bahkan ruangan yang menurut Hinata bukanlah sebuah tempat untuk menyimpan berkas-berkas. Ruangan itu bahkan tak pernah terpakai lagi, tak terawat dan mungkin juga sudah penuh sarang laba-laba dan tikus. Para OB yang tugasnya membersihkan pun enggan untuk membersihkan ruangan itu.

Hinata berjalan sambil menggurutu. Atasannya satu itu sering sekali membuatnya kerepotan bahkan terkadang sangat menyebalkan sama seperti saat ini. Menyuruhnya turun dari lantai delapan ruang kantornya ke lantai tiga tempat ruang penyimpanan berkas itu. Andai kata bosnya itu tidak meyuruhnya membawa berkas itu dalam beberapa menit di hadapannya yang bahkan dengan menggunakan lift pun tidak akan bisa sampai tepat waktu, dia pasti tidak usah bersusah payah turun tangga darurat sambil berlari sampai membuat kakinya kesakitan.

Seharusnya saat ini dia sudah berada di rumah, berendam air hangat dalam bath up sambil mendengarkan musik dan setelahnya makan malam dengan ramen cup baru yang kemarin dia beli. Seharusnya saat ini dia sudah beristirahat dan menikmati film roman dari video yang baru saja dia sewa dari toko depan apartementnya, yah seharusnya, jika tidak ada bos menyebalkan itu yang dengan seenaknya menyuruhnya ketika dia baru saja akan beranjak dari mejanya.

Uzumaki Naruto, pria dingin, menyebalkan, dan suka seenaknya yang sayangnya memiliki rupa yang sangat tampan dengan rahang kokoh khas lelaki dewasa, mata biru bening yang sangat indah seindah batu safir yang disinari sinar rembulan juga tubuh bak model pakaian dalam yang semakin memperindah fisiknya dan membuat hampir seluruh karyawan perempuan di perusahaan itu akan rela membukakan selangkangannya secara cuma-cuma untuk lelaki itu termasuk dirinya. Mungkin. Sebelum dia diperlakukan seperti itu.




Drrrrrt......

Posel Hinata bergetar menandakan satu panggilan masuk.

Kening Hinata mengkerut, ketika nomor tanpa nama tertera di layar ponselnya. Dan tentu saja ia tidak akan mengacuhkan si penelpon dan terus melangkahkan kakinya menuju tujuannya. Dia tentu tidak ingin mendapatkan kata-kata yang lebih menyakitkan karena keterlambatannya. Tapi, sepertinya si penelpon tidak akan berhenti menggetarkan ponsel itu dan akan terus menganggunya kalau ia tidak menjawabnya.

Hinata baru saja menempelkan ponsel itu ditelinganya dan suara menyebalkan milik atasannya-lah sebagai sambutannya.

Apa yang kau lakukan, kenapa lama sekali? Itu hanya beberapa lembar berkas yang beratnya tidak sampai satu kilo dan kau membutuhkan waktu sebanyak ini untuk membawanya.”

Ingin sekali Hinata berteriak dan memaki kepala kuning itu. Seenaknya saja membentaknya, memang dia pikir perjalanan dari sana sampai ke ruang itu dekat? Bahkan dia tidak memakai lift untuk mengambil berkasi itu.

“Maaf, Sir. Sebentar lagi aku akan sampai ke ruangan Anda.” Dan melemparmu dengan berkas ini, tambahnya dalam hati.

Cepatlah!

“Iy─”

Klik

“─a, Sir.”

Dan belum selesai Hinata mengucapkan kalimatnya, panggilan itu terputus. Sebenarnya Hinata merasa heran, dari mana laki-laki itu mendapatkan nomornya, apa mungkin laki-laki itu─ ah, Hinata menggeleng karena pemikiran itu tiba-tiba muncul di kepalanya. Mana mungkin. Hinata pasti sudah gila saat ini. Mana mugkin laki-laki itu mencari tahu tentang dirinya karena punya ketertarikan khusus padanya.

Hinata menghela nafas, saat ini bukan waktu yang tepat memikirkan hal gila itu. Atasannya itu pasti sudah menunggunya dengan kata-kata mutiara yang siap dimuntahkan di wajahnya.

Benar-benar sangat melelahkan kerja di tempat ini, batin Hinata dan terus melangkahkan kakinya menuju ruang atasannya. Satu bulan bekerja di perusahaan ini serasa sudah bertahun-tahun dia menjalaninya. Bukan karena tuntutan pekerjaan ataupun pekerjaannya yang terasa sulit. Hey, bahkan dia sangat mudah memahami semua pekerjaan yang diberikan, tapi karena atasannya yang sangat menyebalkan dan dengan semua perintah tidak masuk akalnya pada Hinata.

Ini memang belum seberapa dibandingkan dengan perintahnya yang dulu. Seperti ketika meyuruh Hinata membuatkan kopi yang benar-benar harus pas dilidah sang atasan dan membuat Hinata harus pulang balik di dapur dan kantor atasannya itu sampai beberapa kali. Yang benar saja, kan? Padahal ada OG atau OB yang siap kapanpun jika diminta dan yang jelas mereka pasti sudah hapal bagaimana selera atasannya itu. Atau ketika saat jam istirahat berlangsung, Hinata bahkan belum sempat sarapan pagi dan giiran istirahat siang pun dia tak dapat jatah hanya karena sang atasan ingin dibelikan ramen di warung Ichiraku yang letaknya hampir 30 menit berkendara ke sana. Padahal, sekali lagi ada OB atau OG yang siap sedia jika di minta alhasil sepanjang kerja perutnya tidak berhenti menggerutu karena tak dapat jatah dan semua pekerjaannya berantakan dan kembali lagi kena omelan dari atasan menyebalkannya itu. Entah memang atasannya itu benar-benar butuh bantuannya atau hanya ingin mengerjai Hinata hingga membuat seperti itu. Hinata benar-benar dibuat kesal oleh ulah atasannya itu.



...

“Maaf─”

“Taruh saja di situ.”

Lagi-lagi laki-laki itu memotong ucapannya. Dan apa yang dia dapat dari usaha kerasnya untuk mengambil berkas itu... bentakan dan malah berkas itu tak diacuhkan sama sekali. Dia malah sibuk dengan berkasnya yang lain. Menatap Hinata saja tidak. Dasar atasan tampan yang menyebalkan. Rutuknya dalam hati.

Ingin sekali Hinata menarik rambut bosnya itu, lalu mencakar wajahnya dan menendangnya keluar jendela dari lantai ini. Tapi sayangnya itu tidak akan pernah terjadi, yang ada jika dia berusaha lakukan itu, malah bosnyalah yang akan mewujudkannya. Well, tenaga wanita tidak sebanding dengan pria. Itu sudah jelas, bukan.



“Kalau begitu aku permisi, Sir.” kata Hinata sopan lalu berbalik dan meninggalkan pria itu sendirian.

Sepertinya Hinata butuh alkohol untuk meredakan emosinya dan semoga tawaran Sakura masih berlaku untuknya.

“Apa kau masih berada di Bar itu?” ketiknya sebelum mengirimnya pada Sakura.

“Tentu. Apa kau mau ke sini?”

“Iya.”

Setelahnya dia menaruh ponsel itu dan segera menyusul Sakura.

TBC
....

Selanjutnya......... Chapter 2
Share:

Monday, August 17, 2015

Sleeping Beauty

Pair: SasuSaku
Rate: K+
NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
WARNING: AU, OOC, typo, alur GaJe dan kecepatan. (suka suka mickey)
Sleeping beauty © Mickey_miki

....

SUMMARY

Sleeping beauty, kalian pernah dengar kisahnya, kan? Kisah dongeng, dimana seorang putri menunggu seoarang pangeran memberinya sebuah ciuman agar dia bisa terbebas dari kutukan seorang penyihir. Namun apa yang terjadi padaku. Bahkan tanpa seorang penyihir pun aku tertidur dan apa yang ku tunggu? Ciuman seorang pangeran-kah?

.
.
.

Bagian 1

Ada apa dengannya? Sedari tadi dia tidak bangun-bangun.

“Apa dia mati?”

“Panggil ambulance!”

“Sakura.. Bangun! Hei kau kenapa?”

“Bangunlah! Jangan bercanda!”

“Sakura..!!!”

“Ada apa? Kenapa kalian memanggilku seperti memanggil seseorang yang akan meninggalkan kalian? Aku disini. Di belakang kalian.” Ucap seorang gadis berdiri di belakang orang-orang yang sedang mengerubungi sesuatu.

“Bangun, jangan membuat kami khawatir... Sakura!!”

Sekali lagi gadis itu tampak bingung dengan teman-temannya. Memanggil namanya dengan nada khawatir yang nampak sangat jelas. “Aku...? Maksud kalian apa?”

“Seseorang... Tolong panggil ambulance!”

Sakura makin menyerngit bingung namun ada kekhawatiran dalam dirinya yang membuncah tatkala salah seorang temannya menyuruh seseorang memanggilkan ambulance. “Apa maksud ka─ apa ini?” Sakura tak mengerti sekaligus takut setelah melihat dirinya berwujud transparan. Tatapannya kembali dia alihkan pada teman-teman di depannya, “Teman-teman kenapa dengan tubuhku─” Ucapnya sendu sambil berjalan mendekat pada mereka. Sesampainya Sakura di dekat mereka, Sakura coba menyentuh salah seorang namun sayang tangannya tak bisa menyentuh. Seolah mereka adalah angin yang dengan mudah dia tembus namun tak berasa.

“Bertahanlah, kami mohon!”

Sakura kembali melihat tubuh transparannya. “Teman-teman hiks... Kenapa dengan tubuhku? Hiks... Aku─” matanya melebar saat melihat objek yang sedari tadi dikerumuni banyak orang. Tubuh seorang gadis yang terbaring. Helaian rambut merah mudanya berlambai saat teman-temannya mengangkat tubuh mungil itu. Dia tidak pingsan, tidak juga tidur. Dia tidak mati, hanya saja dia tidak bisa dibangunkan. Dan saat itu juga tubuh Sakura meluruh, jatuh dan terduduk di atas tanah. Air mata tak bisa lagi dia bendung, mengalir deras bak aliran sebuah sungai yang jatuh ke atas tanah namun tak membasahi.

.
oOo
.

Dan inilah aku yang sekarang. Menjadi salah satu makhluk gentayangan yang sering diteriaki manusia ketika bertemu namun anehnya tubuhku masih berada di dunia ini. Aku tidak mati, hanya saja tubuhku sedang tertidur. Layaknya seorang putri tidur dalam sebuah dongeng namun tak ada penyihir yang membuatku seperti ini. Entah apa sebabnya, dokter hanya berkata bahwa ini adalah sebuah penyakit langkah namun tidak mematikan. Otakku hanya berhenti bekerja sementara dan membuat tubuhku seperti sedang tertidur.

Lalu rohkulah yang kenna imbasnya. Tak bisa kembali ke dalam tubuhku dan berakhir menjadi roh gentayangan. Ini bukanlah sebuah drama yang biasa ku tonton, karena aku bukanlah seorang aktris. bukan pula sebuah mimpi aneh yang kebetulan ku alami. Ini benar-benar terjadi. Sebuah kisah aneh bin nyata yang entah kenapa akulah yang jadi pemeran utamanya.

Aku sedih, tentu saja. Marah, apalagi namun tak tahu harus marah pada siapa. dan pada akhirnya aku hanya bisa menjalaninya. Hidup namun tidak hidup. Hanya mengikuti arus. Sama seperti air yang mengalir menuju muara. Namun aku tak tahu sampai kapan air itu mengalir.

Selama seminggu aku hanya mengelilingi rumah sakit ini karena tak bisa kemana-mana pun dengan tujuannya. Awalnya memang terasa menyedihkan juga kesepian, namun itu tidak lama setelah mengenal makhluk yang sama sepertiku. Padahal jika mengingat kembali diriku yang dulu, aku pasti akan lari terbirit-birit atau bahkan akan pipis di celana jika melihat mereka. Dan sekarang malah sebagian menjadi kenalanku.

Berbagai macam karakter ku temui dan sebagian dari mereka sangat mengagumkan. Ada nenek chiyo yang sudah hampir tiga bulan mati namun rohnya tetap berada di dalam bilik kamar, katanya dia sedang menunggu cucunya. Dia adalah guru yang baik karena, pengalaman hidupnya yang sudah sangat lama. Ada juga pak Asuma, seorang polisi muda yang mati saat menjalankan tugasnya banyak kisahnya yang dia ceritakan padaku terutama pada misi-misi penyelamatannya yang sangat hebat. Lalu pak Dan. Dia adalah favoritku, tampan dengan semua nasihat bijaknya yang membuat aku tidak terpuruk dengan keadaanku saat ini. dan berkat mereka semua kesepian akan apa yang ku alami sukses berkurang.

Aku menggerakkan kembali tubuhku, melayang seperti selembar kapas yang berterbangan. Mengikuti kemana arah hati untuk pergi. Dan di sinilah aku, duduk di atas pagar pembatas di atap gedung rumah sakit. Tak ada rasa takut jatuh yang biasa ku rasakan saat berada pada ketinggian, tentu saja karena ini hanya rohku. Tak akan bisa jatuh ke atas tanah, karena tubuhku tak bisa menapaki tanah.

Walau tak bisa lagi merasakan udara yang berhembus, setidaknya aku bisa lebih tenang berada di sini. Langit yang berwarna biru cerah juga alunan suara burung kecil yang melantunkan bait-bait penuh damai seolah menghipnotis rohku agar tetap tenang dan menikmati tiap hari dalam kesedihanku.

Angin berhembus kencang seolah menembus sanubariku, membuat merasakan suatu perasaan tidak nyaman. Layaknya merasakan sebuah jantung, aku merasakan jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya.

Ku tolehkan kepalaku ke samping. Seseorang tengah berdiri di atas pagar pembatas, seolah menunggu waktu yang tepat buat dia terjun ke bawah. Pandangannya kosong menatap ke depan seolah tengah membayangkan sesuatu. Iris kelamnya menampakkan raut kesedihan yang amat kentara.

Dia maju namun tidak cukup satu kaki. “Kenapa kalian melakukan ini padaku?” Ucapnya lirih sambil memegang dada. Rasanya aku bisa merasakan apa yang ia rasakan saat ini. Perih dengan kekecewaan yang bercampur.

“Aku mempercayai kalian, tetapi kenapa?” Sekali lagi dia berucap. Langkahnya semakin menepi. Aku sampai ngeri melihatnya. Membayangkan jika dia melompat dan tubuhnya hancur dengan kepala bocor yang mengeluarkan ceceran otak, kaki yang terpelintir 360° dengan tak beraturan, tangan patah, bahkan organ dalam perutnya juga ikut tercecer, membuatku sedikit mual.

Aku mendekatinya perlahan, walau ku tahu tak ada gunanya karena dia tak akan bisa melihatku. “Kenapa kau ingin bunuh diri?” Ucapku saat sudah sampai dan duduk tepat di sampingnya. Menatapi pemandangan kota.

Aku merasa dia berhenti bergerak, ku tengadahkan kepala melihatnya. Dan benar saja dia seolah sedang mencari suaraku. Aku kembali bersuara, mencari pembenaran dari dugaanku. “Kenapa kau memilih jalan ini?” Pandanganku terfokus pada pemandangan perkotaan. Siang ini walau cerah namun matahari tidak memancarkan sinar yang terik. “Padahal banyak orang yang masih ingin hidup─”

“Kau siapa?”

“Hm” Aku mungkin salah mendengar dia bertanya siapa aku. Sudah seminggu aku berada di sini ini dan rata-rata manusia dewasa tak ada yang bisa melihatku.

“Kau siapa dan bagaimana caramu kau berada di sampingku?”

Rasanya waktu telah berhenti saat ini ketika mendengar perkataannya itu. bukankah itu artinya dia bisa melihatku? Aku mendongak, menatapnya bingung. “Kau bisa melihatku?” Tanyaku sambil menunjuk diri sendiri.

“Apa aku terlihat buta hingga tak bisa melihatmu?” Dia bertanya dengan nada mencemooh sambil melipat dada, menatapku tak suka.

Aku menatapnya tak percaya lantas berdiri dengan tiba-tiba hingga membuatnya terlonjat kaget dan tersentak ke belakang dan akhirnya terjatuh dengan tidak elit. Kakinya berada di pagar sedang kepalnya berada di bawah. Dia mengaduh kesakitan sambil mengelus-elus kepalanya yang tadi terbentur.

“Pffft... Ha... Ha... Ha.... Kau lucu sekali. Maaf aku tidak sengaja.” Ucapku menyesal di sela-sela tawaku. Sungguh dia terlihat lucu, mengingat sikap dinginnya tadi. aku menghampirinya berniat menolong namun tubuhku tak bisa menyentuh.

“Apa begitu sikap orang yang menyesal, hah?” Katanya dengan emosi yang bercampur rasa malu. Dia berdiri lantas melayangkan tatapan tajam padaku.

“Maaf. Sungguh aku minta maaf. Aku terlalu senang bertemu dengan seseorang yang bisa melihatku.” Sahutku dengan tatapan permohonan sekaligus bahagia.

“Tidak ada orang yang meminta maaf dengan tatapan bahagia seperti itu. lagi pula apa maksud perkataanmu itu. Apa kau sudah mati?”

Aku menggeleng untuk pertanyaan terakhirnya, “Aku belum mati, namun rohku bergentayangan. Tubuhku hanya tertidur. Dan apa yang kau lakukan hingga membuatku bisa terlihat olehmu? Apakah kau memiliki six sense?” Tanyaku penasaran sekaligus kagum.

Dia merapikan pakaiannya, menepuk pakaiannya yang terkena debu akibat jatuh. “Aku tidak melakukan apa-apa dan aku tidak memiliki indra keenam.” Sahutnya ketus, rupanya dia masih belum memaafkan tentang sikapku tadi. dia kemudian berjalan ke arah pintu keluar atap gedung ini dan tanpa melihatku.

Aku mengikutinya, melayang mengikuti langkah kakinya yang panjang. “Omong-omong, kenapa kau mau bunuh diri?” Tanyaku penasaran.

Dia berhenti dan melirikku sinis, “Bukan urusanmu. Dan gara-gara kau aku jadi malas melakukan hal itu.” sahutnya lantas kembali melangkah pergi.

“Benarkah? Apa aku sudah jadi seorang penyelamat?”

Tak ada sahutan darinya. Dia tetap melangkah pergi seolah dia tak mendengar apapun yang keluar dari mulutku tapi aku tetap tersenyum malah merasa bahagia. Baru kali ini aku menemukan seseorang yang bisa melihatku dan mendengar kata-kataku. Dan aku juga merasa bangga karena sudah menghentikan percobaan bunuh dirinya. Walau tanpa kata-kata bijak hanya membuatnya terlihat konyol dan merasa malu dia lantas pergi seolah tak terjadi apa-apa. Atau karena dari awal memang dia tidak berniat bunuh diri dan hanya ingin menenangkan perasaan?

Lanjut Bagian 2
Share:

Monday, April 6, 2015

WAITING FOR


Hehehe... Kembali lagi dengan Author gaje seperti Miki. Kali ini Miki mempublish fict yang sepertinya gaje juga. Hehehehe... Gomen ne... Semoga fict ini bisa memuaskan. Selamat membaca Reader-san.

Pair: Naruto & Hinata
Rate: T
Genre: Romance & Hurt
NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
WARNING: AU,OOC, typo, alur gaje (suka-suka Mickey)
Story by
.
Mickey_Miki
.
.
.
WAITING FOR

*.*.*.*.* .*.*.*.*.*.*.*.*
.
.
Menunggu memang merupakan sesuatu yang sangat sulit dan menyebalkan dilakukan. Namun ketika kita melakukannya dengan penuh harapan dan kesabaran, maka akan ada suatu bayaran yang sangat indah dikemudiannya.
.
.
*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*
.
.
Dia masih tetap di sana, duduk merenung di bawah kolong langit malam yang bertabur bintang. Indahnya kerlap-kerlip bintang tetap tak mampu merubah suasana hatinya yang sedang gundah. Sudah lebih dari setahun ia melakukan aktivitas itu, tapi tak pernah sekalipun dia berhenti atau pun bosan tuk melakukannya. Bahkan mungkin tanah tempatnya berpijak saat ini sudah bosan melihatnya yang tiap hari datang berkunjung.

Angin malam mulai berhembus, menerpa tiap lekuk tubuhnya. Helaian mahkota indigonya mulai menari-nari mengikuti alunan lembut angin itu. Matanya perlahan membuka menampakkan bola mata seindah bulan dengan pancaran mata yang menatap sayu. Tak ada senyuman lembut yang biasa terbingkai di bibir merahnya hanya jejak pedih yang tertinggal dalam raut wajahnya.

Iris matanya beralih menatap pada sebuah cincin yang tersemak di jari manis tangan kanannya. Kembali ingatan itu terulas dalam benak. Ketika orang itu datang dan dengan seenaknya langsung mengisi sebagian hatinya. Memberinya sejuta kebahagiaan yang belum dia rasakan. Rindu, mencintai, yang dulu hanyalah sebuah kata, kini bisa dirasakannya. Namun setelahnya dia pergi meninggalkan dirinya dengan sebuah kekosongan.

Menunggu.

Satu kata yang selalu menjadi tumpuannya. Tiap hari harus melakukan hal yang sama meski tahu bahwa semua itu hanya kesia-siaan belaka─namun ia tak sedikit pun mengacuhkannya. Dia takkan mampu memaksa hati kecilnya untuk berdiam diri. Walau itu akan menambah kepedihan batinnya.

Bodoh.

Mungkin seperti itulah penggambaran dirinya untuk saat ini. Kebodohan yang selalu dilakukan berulang-ulang, walau itu semakin membuat hatinya perih. Kepercayaan yang selama ini dia jaga untuk seseorang─yang bahkan tidak dia ketahui keberadaannya sekarang.

Pernah dia mencoba untuk menghentikan semua itu. Melupakan janji yang mareka buat, mencari kesibukan yang lain, memaksakan tubuhnya untuk bekerja terus-menerus, mengikuti kegiatan─gakon─yang walau dirinya sendiri tak menyukai kegiatan itu dan mencoba memulai hidup baru dengan mengikuti kencan dengan pasangannya dari acara gakon. Namun sedikitpun tak berhasil. Pada akhirnya dia akan kembali ke bangku itu. Kembali melakukan apa yang biasa dia lakukan─menunggu seseorang─yang entah orang itu ingat dengan janji mereka.

Ingatan itu kembali saat dirinya masihlah bebas, tak memiliki sedikitpun beban batin. Saat laki-laki itu datang, menawarinya sesuatu yang tak pernah dirasakannya. Cinta. Yah cinta yang tidak pernah dia rasakan kepada seseorang yang bukan berasal dari keluarganya. Cinta dari seseorang yang baru memasuki kehidupannya. Cinta kepala lawan jenisnya. Laki-laki yang memiliki senyum secerah mentari pagi dan mata sebiru langit.

Setiap hari laki-laki itu selalu menyempatkan diri menemuinya, membuatnya selalu tersenyum, hingga untuk pertama kalinya dia merasakan sebuah perasaan aneh, debaran jantung yang abnormal, dan perasaan rindu akan sosok laki-laki itu. Hingga akhirnya ia sadar bahwa ia sudah jatuh kepada pesona laki-laki itu.

Dua bulan menjalani kasih membuat dirinya benar-benar jatuh pada laki-laki itu. Setiap hari ada-ada saja yang laki-laki itu lakukan untuk membuatnya tersenyum. Mulai dari hal-hal konyol sampai yang romantis. Tak jarang juga hinata sering mengeluarkan air mata kebahagaan karena sikap laki-laki itu. Hingga hari itu tiba. Hari dimana awal dari segala beban yang saat ini dipikulnya. Laki-laki itu harus pergi meninggalkannya, meninggalkannya dengan sebuah janji─janji penantian yang entah sampai kapan dia harus jalani.

Angin kembali berhembus, kali ini lebih kencang dibanding yang pertama, melayang-layangkan kelopak bunga Sakura hingga membuat kelopak itu menari-nari di sekitar sang gadis. Dia kembali menutup mata meresapi segala yang tersuguhkan di sekitarnya. Mencoba melupakan sejenak beban yang melandanya.

“Hah” helaan nafas keluar dari bibirnya. Helaan yang menandakan betapa beratnya beban yang selama ini dia tanggung. Beban yang ia sendiri dengan bodohnya mengembannya.

Irisnya kembali menatap cincin itu. Perasaannya kembali berkecamuk dalam benak. Meneruskan ataukah menyudahi. Sudah beberapa kali ia berfikir untuk menyudahi kegiatannya itu. Namun lagi-lagi terhenti karena tanpa sadar dirinya akan kembali. Hati nuraninya melarang untuk berhenti.

Tapi,

Apakah semua penantiannya akan ada hasilnya bila ia terus menunggu? Apakah laki-laki itu akan menemuinya walau janji mereka sudah terlewat dari setahun yang lalu? Ataukah laki-laki itu telah melupakan semua janji yang telah ia umbar-umbarkan kepadanya? Sudah menemukan seseorang yang lebih layak dan lebih mampu membahagiakannya?

“Hah...” Helaan berat itu kembali keluar dari bibir mungilnya. Ia terlalu lelah untuk memikirkan itu semua dan terlalu takut.

Tiga tahun telah berlalu semenjak perpisahannya dengan laki-laki itu. Laki-laki yang membuatnya harus terus menunggu. Perjanjian yang telah mereka buat sudah lewat dari setahun yang lalu. Namun gadis itu masih setia untuk menunggu. Percaya akan takdirnya untuk kembali bertemu dengan pria itu.

Dia sudah lelah. Hatinya terlampau lelah karena penantiannya.

Ia kemudian mendongak menatap hamparan bintang-bintang yang bebas menggantung di langit kelam. Sebelah tangannya terangkat berupaya mengenggam salah satu dari bintang itu.

“Apa aku terlalu bodoh menunggunya? Apa aku harus meyerah sekarang dan memulai hidup yang baru?” Gumamnya lirih.
Ia kembali memejamkan mata. Memantapkan hatinya untuk segera memilih di antara dua pilihan yang terasa berat dan mungkin akan membuat hatinya kembali perih.

Irisnya membuka. Pancaran matanya telah berubah. Tidak lagi sendu, tidak ada lagi kesedihan. Ia sudah memantapkan hatinya.
“Baiklah!” Keputusan sudah diambilnya, walau terasa berat.

Malam semakin larut, gadis itu menegapkan tubuhnya. Bangkit dari duduknya dan berniat untuk pulang dan meninggalkan segala kenangannya di tempat itu.

Angin kembali berhembus, kali ini hembusannya lebih kuat hingga membuat pohon-pohon mengeluarkan bunyi desisan akibat gesekan dari daun-daun. Kali ini bukan hanya bunga Sakura yang bergerak, daun-daun kering yang berjatuhan di tanah yang ia pijaki pun ikut melayang-layang di udara. Rambutnya yang tergerai bergoyang-goyang hingga menutupi sebagian wajah ayunya. Tangannya bergerak untuk merapikan helaian rambutnya.

Ia kemudian bergerak, melangkahkan kakinya untuk meninggalkan tempat itu. Meninggalkan semua kenangan yang pernah tercipta dari tempat itu.

“Hinata!”

Langkahnya terhenti ketika dirasanya seseorang memanggil namanya.
Dengan rasa penasaran, dibalikkan tubuhnya untuk melihat si pemanggil itu. Matanya melebar ketika melihat si pemanggil namanya. Segala sesuatu yang berada di sekitarnya seakan berhenti bergerak, bahkan untuk sekedar bernafaspun sulit dilakukannya. Dikerjapkan matanya hingga beberapa kali, seakan tak percaya dengan sesuatu yang berada tepat di depannya kini.

Air matanya yang dari dulu tak bisa keluar kini telah menganak di pelupuk matanya dan siap untuk mengalir. Dengan gerakan pelan ia bergerak untuk menggapai pemanggil itu.

“Na....Na...Naru...Naruto” ucapnya tergagap.

Tangannya gemetar berusaha menggapai wajah pemuda itu. Air matanya kini tak bisa ia bendung lagi dan perlahan mengalir melewati kedua pipinya seiring belaian tangannya di wajah pemuda itu.

Dalam hati ia berdoa semoga apa yang ia lihat kini bukan hanya khayalannya semata. Suatu gambar yang tak nyata dan muncul karena perasaan rindu luar biasa yang menyeruak dari dalam relung hatinya.

“Naruto!?” Ucapnya sekali lagi untuk memperjelas. Rasanya itu bukanlah sesuatu yang nyata, namun rasa hangat yang menguar dari tubuh itu terasa sangat nyata.

Dia tersentak manakala merasakan sebuah pelukan dari pemuda itu. Objek yang berada di depannya bukanlah sebuah halusinasi, namun itu adalah sebuah kenyataan. Sesuatu yang telah lama dinantikannya. Sesuatu yang telah membuatnya harus larut dalam kesedihan selama beberapa tahun.

Perasaan sedihnya selama beberapa tahun kini telah menguap berkat sebuah pelukan. Pelukan dari orang yang telah ia tunggu selama tiga tahun.

“Hinata maafkan aku...! Maafkan aku! Aku sudah melupakanmu.”

Mereka berdua menangis di bawah langit kelam bertabur bintang. Takdir yang ia yakini akhirnya terjadi. Penantiannya tidaklah sia-sia.

FIN.

A/N : Cerita yang datang saat mati lampu mendera di rumahku pada saat malam. Tiba-tiba terpikir untuk melampiaskannya dalam sebuah cerita yang agaknya gak nyambung dengan kejadian mati lampu.

Sebetulnya fict ini sudah lama ingin saya publish, namun gak kesampaian. Entah kenapa malah tertidur di laptop.

Hehehe... Saya harap fict singkat ini bisa sedikit menghibur kalian dan saya harap juga kalian bisa mereview fict ini.

Salam.
Share:

Friday, February 20, 2015

Stalker


Pair: Sasuke dan Sakura
Rate: M
NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
WARNING: AU, OOC, typo, alur GaJe.
Stalker © Mickey_miki

...
...

 NOT FOR CHILDREN!!!
.
DON'T LIKE DON'T READ!!!
 ...
...

...

Kata orang aku adalah seorang yang santai.

Itu benar.

Aku adalah orang yang sangat santai. Hidupku sangat monoton. Hanya berbatas itu terus. Rumah-kampus atau kampus-rumah. Tidak pernah keluar untuk sekedar merilekskan tubuh dan pikiran. Tidak pernah jalan-jalan bersama teman untuk mengakrabkan diri. Bagiku lebih mengasikkan dan lebih berguna menghabiskan waktu di rumah sambil nonton film kegemaran dan tidur untuk mengumpulkan energi untuk hari esok.

Kata orang aku seperti burung dalam sangkar.

Sebetulnya aku sendirilah yang berbetah diri berada di dalam sangkar. Aku tidak pernah merasa dikurung, aku sendiri yang mengurung diri. Bagiku lebih menyenangkan berada di dalam sangkar di banding dengan berada di dunia luar. Aku bisa memanjakan diriku dengan imajinasi-imajinasi dan menuangkannya lewat sebuah cerita.

Namun itu dulu, sebelum bertemu dengan-nya

Dia adalah seorang yang mampu membuatku merubah semua sikapku dan memberiku warna baru dalam kehidupanku. Dia si pemilik mata kelam, dengan sifatnya yang sangat kalem mampu membuat semua atensiku menuju ke arahnya. Sifat dingin yang dia torehkan kepada orang lain, tidak sekalipun melunturkan pesonanya. Namun, membuatnya semakin dikagumi. Deisuke Yamato itulah namanya.

Pemuda dingin nan arogan dengan semua kelebihannya mampu membius hampir semua kaum hawa di kampusku.

Tak sedikit orang yang berusaha untuk mendekatinya. Terlebih pada kaum perempuan, namun tak sedikitpun dipedulikan. Mungkin hanya beberapa orang saja yang bisa dekat dengannya, karena pada dasarnya mereka adalah sahabatnya sejak dulu.

Bahkan tak sedikit gadis atau mungkin wanita yang secara terang-terangan mengajaknya tidur. Yah... Memang ku akui tidak hanya wajahnya yang rupawan, tubuhnya juga sangat er... Seksi. He is very hot.

Walau sudah di tolak mentah-mentah, tak sedikit pun menyurutkan keinginan mereka untuk bisa dekat dengannya.

“They are crazy, right?”

Melihat sifatnya yang seperti itu, entah kenapa aku merasa tertantang untuk bisa mencairkan es abadinya itu. Aku ingin tahu tentangnya lebih banyak, ingin berbicara dengannya─walau satu, dua kata, dan entah kenapa aku ingin dia menjadi milikku, hanya milik Haruno Sakura─walau itu mustahil.

Aku mulai mencari tahu identitasnya. Karena tidak mungkin memintanya langsung pada petugasnya, jadi langsung saja mencarinya di tempat tersimpannya data-data mengenai informasi semua mahasiswa di kampusku. Dengan melakukan hal yang berbahaya, yang mungkin tak seorangpun dalam universitasku mau melakukannya. Langsung mengambil dari sumber penyimpanannya, di computer pusat Konoha University. Tindakan yang memiliki konsekuensi yang tinggi. Hacker-kan memang seperti itu.

Awalnya aku hanya ingin tahu nomor ponsel atau media social yang dia gunakan, untuk mengetahui kebiasaannya atau mungkin menyamar sebagai salah satu fansgirls-nya, tetapi informasi yang ku dapatkan lebih baik dari apa yang ku inginkan semula. Aku jadi bisa tahu bahwa nama Daisuke Yamato adalah nama samarannya dan nama aslinya adalah Uchiha Sasuke. Membaca nama Sasuke dahiku sedikit mengkerut, seolah pernah mendengar nama itu sebelumnya, tapi dimana? Lagi pula kenapa dia menggunakan nama samara? Dan kenapa kampus mengizinkannya? Ah. Entahlah.

Dia tinggal di kompleks perumahan Uchha di Ameterasu Street dan informasi dasar yang lain. seperti golongan darah, tinggi dan berat badan─yang menurutku tidak penting, tetapi mungkin suatu saat akan berguna.

Pertanyaan-pertanyaan tadi masih terngiang di kepalaku, hingga pada lembar ke tiga biodata laki-laki itu, semua pertanyaanku terjawab. Dia adalah calon pewaris tunggal dari Uchiha Corp. Ha.. Pantas saja, pernah tahu nama itu. Aku-kan pernah mencoba merites data-data di perusahaan itu, sekedar menguji kemampuan. Walau gagal, namun beruntung karena tidak ketahuan. Hm... aku mengerti kenapa dia menyembunyikannya sekarang.

“Hah” aku menghela nafas. Melihat gambar laki-laki itu pada layar computer. Aku tidak tahu kenapa laki-laki itu bisa membuatku penasaran dan bertekad untuk mengetahui semua tentang dirinya, bahkan sampai ingin menjadi miliknya. Entah bagian mana dari dirinya yang bisa membuatku terpesona padahal yang lain saja tidak. Sabaku Gaara, Shimura Sai, Nara Sikamaru, Hyuga Neji, contohnya. Mereka semua juga berasal dari keluarga yang kaya. Tetapi tak satu pun dari pesona mereka menghinggapiku. Entahlah.
Setelah semua selesai. Secepatnya, semua akses yang menghubungkan ke computer pusat tadi ku tutup. Aku tidak mau ketahuan dan dimasukkan ke penjara. Hanya karena penasaran dan mencari tahu identitas laki-laki itu.

.
.
.

Dan di sinilah aku sekarang. Sudah terhitung seminggu sejak membuntuti laki-laki itu. Kemanapun dia pergi, aku selalu mengikutinya. Aku merutuki diriku karena menjadi stalker hanya untuk mengetahui semua tentang dirinya, kebiasaannya, atau apapun menyangkut dirinya. Seumur-umur ini adalah kali pertama aku malakukannya.

Dia memanglah seorang yang kaya. Namun tak pernah sekali pun dia mengendarai mobil mahalnya. Pergi atau pun pulang dari kampus dia hanya berjalan kaki dan menaiki bus. Dia juga sering ke toko buku dan buku yang paling sering dia baca adalah buku yang membahas mengenai seorang penderita kanker yang berusaha untuk tetap hidup, melawan penyakitnya dan pada akhirnya harus meninggal juga.

Aneh. Kata itu sangat cocok untuknya. Seharusnya dia membaca buku yang membahas tentang bisnis, karena sebentar lagi dia akan menjadi pemilik sebuah perusahaan besar. Lagi pula buku itu juga tidak masuk dalam jurusannya yang ku tahu dia mengambil jurusan manajemen dan bisnis.

Itu adalah salah satu sifatnya yang baru sebagian ku tahu.

Setiap hari, sebelum pulang ke rumahnya, dia akan singgah di sebuah kafe hanya untuk memesan segelas kopi tanpa gula. Mungkin ingin menenangkan pikirannya karena kafe tempat yang biasa dia kunjungi selalu melantunkan lagu-lagu yang menenangkan bagi pendengar. Aku heran, di umurnya yang masih memerlukan kesenangan ala remaja, dia malah bertindak seperti bapak-bapak yang sedang mencari suasana tenang karena pusing memikirkan masalah, keluarga, mungkin.

Selama membuntutinya dan melihat semua kegiatan yang dia lakukan, tak ada satu pun yang sama, kecuali membaca buku dan ke kafe untuk meminum kopi. Semua akhir kegiatannya tidaklah monoton dan aku sendiri tidak bisa menerka-nerka apa yang akan dilakukannya setelah ini.

Seperti biasa dia akan menyesap aroma kopinya terlebih dahulu sebelum mencicipinya. Aku heran untuk apa melakukan itu, toh rasanya juga akan tetap sama walau tidak disesap aromanya? Toh semua aroma kopi kan sama.

Setengah jam berlalu dan akhirnya dia beranjak, entah kemana lagi dia akan menjajakan kakinya. Aku pun kembali mengikutinya setelah membayar makanan yang tadi ku makan.

Mengingat kegiatanku dulu, rasanya sangat berbeda sekali. Padahal jam-jam seperti ini aku akan berada di kamar untuk menonton film kesukaanku sambil memakan cemilan yang sudah disediakan ibuku atau mungkin menghayal tentang masa depanku.

Lamunanku terhenti saat melihatnya sudah menaiki bus. Aku pun kembali mengikutinya. Jam sudah menunjukkan pukul lima sore, seharusnya dia sudah pulang ke rumahnya seperti sebelum-sebelumnya. Namun kali ini berbeda, bus yang dia tumpangi tidak menuju arah rumahnya, tetapi arah lain dan itu di luar jalur kota Konoha.

Aku tidak tahu ke mana arah bus itu melaju, karena ini kali pertama aku keluar dari rumah dan menaiki bus yang berlawanan arah dengan rumah atau kampus.

Bus kemudian berhenti. Ku lihat dia turun dan aku pun mulai mengikutinya lagi. Sebetulnya aku heran padanya. Selama seminggu membuntutinya, dia terlihat biasa saja, seperti tidak merasakan sesuatu. Padahal sudah beberapa kali dia melihatku secara langsung, dan dia malah tidak mengacuhkanku. Entah hanya perasaanku atau memang dia sengaja ingin aku untuk terus membuntutinya.

Dijejakkan terus kakinya hingga melewati sebuah hutan, hutan yang mungkin belum banyak orang yang tahu, terbukti dengan jalanannya yang sempit dan tidak bisa dilewati oleh kendaraan. Hanya jalan setapak kecil yang memang diperuntukan untuk jalan kaki.

Aku tersentak ketika dia tiba-tiba berlari dan membuatku tertinggal jauh di belakangnya, sampai-sampai punggungnya pun tak terlihat lagi oleh mataku. Aku takut. Entah kenapa aku merasa dia sengaja ingin meninggalkank karena tahu aku terus membuntutinya. Aku pun kemudian ikut berlari, mengikuti jalan setapak di depanku, hingga sebuah cahaya orange menyilaukan menerpa mataku dan membuat langkahku mereda. Aku mengadahkan kepala hanya untuk melihat lebih jelas cahaya itu, dan kembali mempercepat langkahku.

Langkah kakiku ku hentikan saat sudah sampai di ujung jalan itu. pemandangan yang belum pernah ku lihat sebelumnya kini tersuguhkan di hadapanku. Degradasi warna dari perpaduan antara pemandangan langit senja, warna lembayung pada langit, tenggelamnya matahari, dan warna lautan yang semakin menggelap, juga...

....Sepasang mata kelam yang terus menatap ke arahku.

Aku terdiam, tubuhku kaku. Entah kenapa otakku tidak bisa memproses lebih cepat perintahku. Seolah sel-sel syaraf di tubuhku tidak lagi terhubung ke otakku.

Tubuhku merinding takut, namun di saat bersamaan, aku terpesona akan sosoknya itu. Tubuh tegapnya menghalangi terpaan cahaya ke arah kami, dan membuatnya terlihat semakin tampan bak malaikat yang baru turun ke bumi.

Aku tersentak ketika dia berjalan mendekat ke arahku dan tubuhku masih tetap tak bisa digerakkan. Aku tidak tahu alasan apa yang akan ku lontarkan padanya jika dia bertanya.

Ku tolehkan pandanganku ke arah samping kanan dan kiriku berharap dapat menemukan sesuatu sebagai alasan. Namun nihil tak ada apapun yang kulihat selain pasir, laut dan matahari yang terbenam yang bisa ku jadikan sebagai alasan. Pemandangan indah di depan mataku kini tak lagi bisa kurasakan saat laki-laki itu semakin mendekat.

Deg

“Apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya dengan pandangan curiga. Tapi sungguh baru kali ini aku mendengarkan suaranya. Suaranya sangat merdu. Pertengahan antara bas dan tenor. Suara itu sangat jantan. Suara khas laki-laki dewasa.

Aku tidak tahu harus tersenyum atau takut. Aku tidak mungkin mengatakan alasan yang sebenarnya. Dia pasti akan menganggapku seorang gadis yang aneh, penguntit, dan hal-hal buruk lainnya. Melirik arah lain pun percuma karena tak ada yang mampu untuk dijadikan alasan. Di sisi lain aku juga senang dan sedikit bangga karena mampu membuatnya berbicara lebih dari dua kata.

“Ano... Aku... Aku kesasar.” Aku merutuki diriku sendiri setelah melontarkan satu kalimat sebagai jawaban dari pertanyaannya itu.

Dia menyerngit bingung, atau mungkin pura-pura bingung. Seringainya sangat jelas terlihat di mataku. Seringai yang ku yakini jika dilihat oleh gadis-gadis kampusku, mereka akan meleleh seperti lilin.

“Hahahaha...” Aku mendongak memperhatikan dia yang tiba-tiba tertawa dan lagi-lagi aku terpesona melihat ekspresi itu. Membuatnya semakin terlihat tampan.

Oh my God. Bisa-bisanya rona merah brengsek ini menghiasi wajahku. Aku yakin rona ini datang mengejekku, karena alasan yang bodoh seperti itu dan semoga dia tidak melihatnya.

“Oh... Begitu.” Ucapnya sarkastik dengan seringainya yang semakin jelas terlihat. Sial. Dia pasti akan memojokkanku dan semakin mengejekku. Kurang ajar, kenapa aku harus menyukai laki-laki seperti ini. Kemana sifat dinginnya yang biasa dia tampilkan?

Aku semakin merutuki diriku. Tentu saja, dengan jawabanku tadi, siapa saja tidak akan ada yang percaya. Mana ada gadis dengan umur sepertiku tersesat di tempat terpencil yang jarang dilewati orang dengan orang yang paling dikagumi di kampus. Oh.. Tentu saja dia pasti akan mudah mengetahui kalau aku sedang mengikutinya.

Aku memang sangat bodoh, seharusnya aku tahu kalau dia sengaja datang ke sini. Dia pasti menjebakku.

“Kau berani sekali nona mengikutiku hingga ke sini.” Ucapnya lagi. Masih dengan seringai yang dia tampakkan. Astaga kenapa seringainya itu sangat seksi. Brengsek.

Kakinya semakin mendekat ke arahku. Namun tubuhku tak sedikitpun bergerak.

Tatapannya. Tatapan mata kelamnya seakan membius tubuhku agar tidak bisa bergerak. Tubuhku semakin bergeming saat langkahnya semakin mendekat ke arahku. Jantungku juga tak mau berkompromi denganku─kecepatan berdetaknya semakin gila hingga membuat seolah sebentar lagi akan keluar dari tubuhku. Aku menutup mataku erat, pasrah dengan apa yang akan dia lakukan padaku sebentar lagi.

Setelah lama terdiam, ku rasakan sisi sebelah wajahku dibelainya dan itu sukses membuat tubuhku menegang.

“Cantik.”

Aku tersentak dan segera membuka mata karena satu kata yang dia ucapkan padaku. Aku mengerjap beberapa kali sekedar untuk memastikan.

Eh.. apa aku tadi salah dengar? Sepertinya tadi terdengar seolah dia baru saja memujiku. Aku menggeleng. Tidak mungkin Seorang Uchiha Sasuke mengatakan kalau aku cantik? Itu semua pasti khayalanku...

“Kau cantik sekali Sakura.”

... dan dia baru saja mengatakan kalau aku cantik sekali? Juga menyebutkan namaku. Astaga, aku pasti sedang bermimpi. Oh Tuhan tolong jangan bangunkan aku untuk mimpi ini.

Aku masih menatapnya tidak percaya dan oh... Lihatlah! Dia juga masih tetap menatapku. Astaga tatapannya. Tatapannya seolah memiliki kekuatan untuk menawanku. Bahkan tubuhku pun semakin tidak bisa digerakkan. Sial, dia tampan sekali.

Tangannya kemudian berpindah membelai lembut surai pink-ku beberapa saat. Aku masih menatapnya dalam diam. Dan... Errr... Bingung. Aku baru pertama kali melihatnya seperti ini. Selang beberapa detik kemudian dia semakin mendekatkan wajahnya ke wajahku. Aku masih diam tak bergeming, aku tidak tahu apa yang harus ku lakukan.

Aku merasakan hembusan nafas hangatnya menerpa kulit wajahku. Aroma mint yang menguar dari nafas juga tubuhnya membuatku ingin terus berada di posisi seperti ini.

Aku masih diam, berusaha memproses kejadian yang baru saja ku alami, hingga merasakan sebuah benda kenyal bermain di bibirku. Mataku terbelalak ketika menyadari dialah yang sedang bermain di bibirku dengan bibirnya. Astaga dia menciumku, mencium bibirku. Mengambil ciuman pertamaku. Oh... Dewi Fortuna terima kasih.

Oh... lihatlah! Dia terlihat menikmatinya. Laki-laki di depanku ini seperti bukan orang yang pernah ku temui di kampus. Bukan pula orang yang sudah seminggu ini ku buntuti. Dia terlihat sangat berbeda. Pancaran matanya tidak seperti yang biasa dia tunjukkan. Lembut. Sampai membuaiku semakin tidak bisa menolaknya.

Aku mengikuti naluriku ketika lidahnya menjilat-jilat bibirku untuk mempersilahkan lidahnya bertamu ke dalam mulutku. Menginvasi semua yang terdapat di dalamnya. Tak ingin terkesan pasif, aku kemudian membalasnya. Kedua tanganku ku lilitkan di lehernya─semoga saja aku tidak mengecewakannya.

Sebelah tangannya semakin mencondongkan wajahku untuk memperdalam lumatannya. Dan tangannya yang lain bergerak membelai punggungku.

Tubuhku seakan terkena sengatan listrik yang menyenangkan saat tangannya bergerak masuk ke dalam kemejaku dan membelai punggungku. Terus naik hingga mencapai pengait braku dan terus membelainya hingga tanpa sadar ia telah melepaskannya.

Setelah bibirnya puas dengan bibirku. Kini bibirnya bergerak menuju rahangku, mengecupnya sekilas dan melanjutkannya ke cuping telingaku kemudian dikulumnya. Kepalaku mendongak menikmati sensasi yang baru pertama kali ku rasakan. Aku melenguh dan kemudian mendesah akibat kegiatannya di tubuhku itu.

“Nghhhh” desahku tidak tertahan.

Dia Kemudian melanjutkannya di area leher. Mengecupnya, bahkan menggigitnya hingga menimbulkan ruam kemerahan yang ku yakini tak akan hilang dalam waktu satu-dua hari.

Tangannya yang tadi berada di belakang punggungku kini perlahan membuka satu persatu kancing bajuku. Entah karena diriku yang terlalu terbuai atau karena tangannya yang sangat lihai hingga aku tidak menyadari bahwa tubuhku bagian atasku sudah tidak tertutupi.


>BACA : FANFICT MICKEY


Hingga akhirnya, aku merasakan sesuatu yang memaksa keluar dari dalam tubuhku, lagi. Aku berteriak cukup keras yang untungnya tidak ada satu pun yang mendengarnya kecuali laki-laki yang berada di atasku dan juga ku rasa dia juga sudah mencapai puncaknya, ketika ku rasakan sesuatu yang bergerak di dalamku.

“Astaga... ini nikmat sekali Sakura.” Ucapnya setelah pulih dari kenikmatan kami yang luar biasa beberapa menit yang lalu.

“Hm?” Aku hanya memandanginya bingung. Ku topang daguku di atas dadanya.

Dia menyeringai menatapku, lalu membelai punggungku lembut. Aku terdiam menikmati perlakuannya itu. dan beberapa saat kemudian aku bertanya.

“Kenapa...─?” tanyaku sengaja menjedanya.

“Hm?”

“Apa kau sudah tahu kalau selama ini aku membuntutimu...?”

“Hm... Sejak hari pertama kau membuntutiku aku sudah tahu Sakura. Aku hanya ingin tahu sampai sejauh mana kau akan terua mengikutiku.”

Aku menggembungkan pipiku mendengarnya. Jadi selama ini dia sudah tahu dan aku dengan percaya diri terus mengikutinya. Ternyata felling-ku benar, kalau ini memang jebakannya.

“Lalu, kenapa kau menutupi identitasmu dan memakai nama samaran?”

“Jika aku memakai nama samaran, bukan tidak mungkin gadis-gadis yang mengejarku akan bertambah dan membuatku sulit melihatmu. Kau sendiri-kan tahu bagaimana tampannya wajahku. Maka dari itu sengaja ku sembunyikan. Dan kau juga pasti akan mengetahuinya.”

“Hm?”

“kau bingung?”

Aku hanya mengangguk sebagai jawaban. “Setahun yang lalu, ada seorang yang berusaha membongkar data-data perusahaanku dan ia tidak berhasil karena aku yang menggagalkannya. Setelah ku periksa, ternyata dia seorang gadis yang kuliah di Konoha University─”
Aku tersentak, ternyata mereka tahu apa yang sudah ku lakukan dulu. Bahkan mereka tahu siapa aku.

“─dan aku yakin kau pasti tahu siapa gadis yang ku maksud!?”

Aku menunduk dan mengangguk kecil dan membuatnya semakin terkekeh pelan. “Kau tahu, sebenarnya aku pindah ke Konoha University, hanya untuk melihat gadis yang mencoba membongkar data-data perusahaanku...” Kekehnya dan membuatku mendongak menatapnya. “... dan aku langsung menyukainya.” Lanjutnya dengan senyuman yang sangat... sangat menawan. Sial.

“Jadi... Kau sengaja membawaku ke mari karena...”

“Yah... Kau benar. Untuk membuatmu menjadi milikku.”

Shock. Tentu saja. Aku tidak pernah menyangka orang yang dikagumi oleh banyak gadis-gadis baru saja mengatakan itu semua. Menjadikanku miliknya. Bukankah itu hal yang sangat diimpi-impikan oleh gadis-gadis yang mengincarnya. Astaga. Ini hal tergila yang pernah ku alami dan.... membahagiakan.

“Astaga... Apa yang nanti mereka lakukan padaku jika tahu kau baru saja mengatakan itu padaku. Dan lagi orang yang mereka kagumi baru saja bercinta denganku. Oh.. Astaga... mereka pasti akan menyiksaku, membuliku... Aku tidak mau... Aku masih ingin menyelesaikan kuliahku....” Ucapku dramatis sambil menutup mataku dengan kedua tanganku.

Dia kemudian duduk dan merengkuh tubuhku. “Jangan pikirkan mereka! Aku tidak ingin kau memikirkan hal lain ketika bersamaku. Cukup aku saja yang kau pikirkan. Dan lagi....”

Dia menjeda perkataannya sambil menatapku “... kita sebaiknya harus segera menikah.”

Aku semakin tercengan mendengarnya. Menikah. Katanya tadi menikah. Aku menikah dengannya.

“Kenapa tampangmu begitu? Oh... Astaga Sakura kita baru saja melakukan sesuatu yang sepantasnya dilakukan oleh sepasang suami istri dan lagi tadi kita tidak menggunakan pengaman. Aku tidak ingin kau hamil dan aku dicap sebagai pria yang tidak bertanggung jawab.”

Astaga aku semakin shock mendengarnya. Tadi menikah, sekarang hamil. Apa maksudnya? Apa ini sebuah lamaran? Batinku berteriak.
“Apa kau sekarang sedang melamarku.”

“Yah... Kalau kau mengenggapnya seperti itu.” kekehnya dan aku hanya terdiam sambil menatapnya.
.
.
.
.

Begitulah yang terjadi padaku. Kehidupan monotonku berubah saat bertemu dengannya. Si pemberi warna baru dalam hidupku.

Aku tidak tahu alasan yang sebenarnya kenapa dia bisa jatuh cinta padaku. Orang yang hampir membuat perusahaannya jatuh─bangkrut mngkin, juga orang yang selalu membuntutinya. Dia hanya bilang karena aku berbeda.

Tetapi aku tidak tahu perbedaan yang dia maksud seperti apa. Dia tidak pernah mengatakannya padaku.
.
.
.
May be love at the first sight
.
.
.
.

FIN.

a/n : akhirnya selesai juga. fict rate M pertama yang ku buat. Entah bagus atau tidak, tetapi ku harap kalian mau menerimanya. Sekali lagi kritik dan saran saya harapkan agar saya bisa kebih baik dalam penulisan.
Share:

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com