Fly with your imajination

Saturday, July 16, 2016

My Secret Feeling 2


Baca :  BAGIAN 1

Hai... Mickey balik lagi.

MY SECRET FEELING© mickey miki
Rate: M
Genre: Romance & drama
WARNING: typo, alur kecepatan, ga⎯je dan lain-lain (suka-suka Mickey),
Story by
Mickey_Miki
.
.
.
.
SUMMARY

Apakah dalam sebuah perjodohan akan menghasilkan sebuah cinta?
Walau awalnya tak saling mengenal dan memulainya bukan dengan tak saling mencintai?
Bisakah?
Apakah dalam sebuah perjodohan akan menghasilkan sebuah cinta?
Walau awalnya tak saling mengenal dan memulainya bukan dengan tak saling mencintai?
Bisakah?
.
.
.
.




BAGIAN 2

Kami sekarang berada di kafe depan hotel tempat favorit kami makan. banyak makanan yan tersedia di kafe ini. mulai yang ringan hingga berat. Tetapi aku biasanya membawa bekal dan hanya menemani Mai dan Neil makan. terkadang mereka juga memakan makanan yang ku bawa.

“Enak yah Neil, bisa ke luar kota. Aku juga mau pergi.” Aku melirik Mei yang tengah mengeluh. Aku tahu dia bukannya iri pada Neil tetapi rindu namun mengungkapkannya dalam bentuk keluhan.

“Kau merindukan Neil?” tanyaku dan ucapanku itu sukses membuatnya tersedak. Aku memberinya air minum cepat-cepat.

“Apa-apaan pertanyaanmu itu? aku memang merindukannya, tetapi bukan seperti yang ada dipikiranmu saat ini.” jelasnya.

Aku memicingkan mata tak percaya dengan penjelasannya. “Lalu kenapa kau tersedak?” tanyaku kemudian.

Dia tak menjawab namun dari tatapannya seolah dia baru saja melihat hal yang menakjubkan entah apa. dia lantas memberikan kode dengan kepalnya padaku untuk melihat ke arah belakangku.

Aku menyerngit bingung sebagai tanggapan, memang ada apa di belakangku? Tanpa banyak tanya aku pun berbalik untuk melihatnya. Ternyata suamiku juga sedang makan, tetapi dengan siapa? Siapa wanita cantik itu? Apa itu kekasihnya?

Lama aku melihat mereka hingga pandangan kami bertemu. Aku buru-buru mengalihkan pandanganku dan kembali menatap Mai. Pikiranku saat ini berkecamuk tidak baik. Ada rasa sedih, kecewa, juga penasaran. Jika memang suamiku itu sudah memiliki seorang kekasih dulu, kenapa menerima perjodohan ini? Tidak tahukah dia aku merasa sakit mengetahuinya.

“Kau kenapa, Za? Sakit?” Mei menatapku khawatir saat pertanyaan-pertanyaannya sedari tadi tak satu pun ada yang ku jawab.

Aku menggeleng lantas tersenyum memberitahunya bahwa aku baik-baik saja. Aku pun membereskan peralatan bekalku lantas berdiri berniat pergi dari sana. “Mai, aku duluan yah. Aku tidak tahan ingin ke toilet.” Ucapku sebelum meninggalkan Mei yang masih kebingungan dengan sikapku.

Saat di kantor suasana mulai ramai dengan karyawan yang baru saja selesai makan siang. Aku bergegas kembali ke devisiku untuk menyelesaikan semua pekerjaanku agar aku bisa melupakan kejadian tadi.

Di jalan tidak sengaja aku menabrak Gina, teman satu divisiku sekaligus orang yang membenciku.

“Maaf, aku tidak sengaja.” Ucapku sebelum meninggalkannya. Namun belum juga berapa langkah tangannya sudah menghentikanku.

“Kalau meminta maaf yang benar dong. Enak saja sudah menabrak orang lalu pergi begitu saja.” ucapnya lantang. Sengaja agar orang-orang bisa mendengarnya. Sialan perempuan ini, apa dia tidak tahu perasaanku lagi tidak baik. Aku bisa saja memukulnya hingga pingsan.

“Apa maumu?” tanyaku dengan tatapan dingin yang belum pernah ku tunjukkan sebelumnya.

Dia gentar saat melihat tatapanku. Ada rasa takut yang ku lihat dari dirinya. Dia sedikit melonggarkan cekalannya pada pergelangan tanganku. “Minta maaflah yang benar. Sudah tahu kau salah, malah langsung pergi begitu saja.” Ucapnya.

Apa dia tidak dengar permintaan maafku barusan? Atau mungkin saja dia sengaja berpura-pura tak mendengarnya. Tak banyak bicara lagi, aku menatapnya memberinya tatapan dingin sama saat melakukan pertandingan, “Maaf. aku tidak sengaja.” Ucapku lantas pergi meninggalkan dia yang mematung.

Aku memasuki divisiku tak memedulikan tatapan benci karyawan lain padaku lantas duduk di kursi kerjaku. Aku kembali menghidupkan computer dan mengerjakan pekerjaanku. Pekerjaan yang walau minggu depan disetor ku kerjakan juga. aku tidak memedulikan Mai yang menatapku bingung dan ingin menanyakan masalahku.

Pintu ruangan kepala devisi terbuka dan menampakkan wajah dengan kepala botak milik bosku. “Zahya, ke ruanganku segera.” Ucapnya lantang dengan suara cempreng yang walau sudah tua tetap keras hingga hampir memekakan telinga bila berada di dekatnya.

Aku berdiri lantas masuk ke ruannya. “Apa saya melakukan kesalahan, Pak?” tanyaku tanpa basa basi.

“Tidak. Kau tidak melakukan kesalahan. Semua pekerjaanmu sempurna bahkan CEO sendiri memuji pekerjaanmu.” Jelasnya. Aku penasaran bagaimana bisa CEO tahu yang mana pekerjaanku.

“Lalu?” aku masih dalam keadaan bad mood untuk berbasa-basi.

Aku melihatnya mengangkat satu alis. Mungkin dia heran dengan perubahan sikapku yang rada tidak sopan. “Hah... Kau ini serius sekali. Baiklah, tolong kau kerjakan juga laporan ini.” ucapnya seraya memberiku beberapa map besar berwarna biru. Satu alisku terangkat saat melihat laporan itu, bukankah ini laporan yang seharusnya dikerjakan satu devisiku? Kenapa malah diberikan padaku?

“Bukankah ini seharusnya dikerjakan oleh teman-teman devisiku yang lain? Kenapa diberikan kepada saya?” Tanyaku tak terima. Mereka dan aku digaji dengan nominal yang sama, kenapa malah pekerjaan mereka dialihkan padaku?

“Mereka semua salah mengerjakannya, jadi ku minta kau memperbaikinya.” Jelasnya dengan raut yang sudah menunjukkan kejenuhan padaku.

“Loh, itukan urusan mereka, Pak. Saya juga punya banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan.” Protesku. Aku semakin bersikeras menolaknya, tidak terima dengan perlakuan kepala devisiku. Seharusnya jika mereka salah mengerjakannya, mereka sendirilah yang memperbaikinya bukan malah dialihkan padaku.

“Sudahlah jangan banyak protes. Aku di sini sebagai kepala devisi, jadi aku berhak menetukan apa yang harus dan tidak harus kalian kerjakan dan satu lagi laporan itu aku menginginkannya lusa. Jadi selesaikan secepatnya.” Ucapnya dengan nada final.

Aku mendesah kesal mendapat deskriminasi ini. Sial, tidak teman satu divisi bahkan bosku sendiri pun ikut membuliku dan sebagai karyawan bawahan aku hanya bisa menerimanya, kerana protes pun percuma.

“Baiklah.” Aku mengambil laporan itu dan segera meminta izin keluar dari ruangan menyesakkan ini.

Aku membanting laporan itu di atas mejaku keras. Seharusnya aku senang karena mendapatkan pekerjaan lebih untuk bisa melupakan kejadian tadi, tapi malah rasa dongkolku bertambah karena perlakuan yang berbeda dari kepala devisi.

Mai mendatangiku dengan raut cemas. “Ada apa, Za? Kau sangat berbeda sejak di cafĂ© tadi.” tanyanya.

Aku melirik tumpukan map di atas mejaku dan dia pun melakukan hal yang sama. tanpa menjelaskan apapun aku rasa dia sudah mengerti dengan penderitaanku. Dia menggelengkan kepala dan menatapku iba.

“Sialan kepala botak itu. Apa tidak ada karyawan lain yang bisa mengerjakan pekerjaan ini. Perasaan laporan ini adalah tugas dari keryawan lain, kenapa malah kau yang di suruh kerjakan?”

Aku menghela nafas jengah. “Entahlah.” hanya itu jawaban yang bisa ku berikan pada sahabat satu devisiku itu.

Seperti biasa, ketika pulang dari kantor biasanya aku menaiki taksi agar cepat sampai di rumah. Namun untuk saat ini aku tak ada niat untuk cepat pulang ke rumah. Aku ingin ke tempat latihan. Sejak menikah aku tidak pernah lagi pergi ke tempat latihan, aku hanya lari pagi agar badanku tidak terlalu kaku.

Sesampai di tempat latihan banyak senior dan junior yang menyapaku, kebetulan baju dogi-ku masih ada di loker jadi tidak perlu meminjam atau membeli yang baru.

Dua jam kemudian latihan selesai, aku membereskan perlengkapan latihan dan pulang ke rumah dengan menaiki taksi. Seperti yang aku tebak suamiku itu sudah menungguku dengan ekpresi campur aduk yang baru kali ini ku lihat.

.
.
.
.
.

TBC
See u
Mickey 16.07.16 
Next  BAGIAN 3
Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
Share:

0 komentar:

Post a Comment

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com