Fly with your imajination

Wednesday, May 18, 2016

Hinata (9)

Sebelumnya : Chapter 8
Pair: Naruto, Hinata, Sasuke, dan Sakura
Rate: T
Genre: Romance, Hurt/Comfort & drama
Disclaimer : NARUTO © MASASHI KISHIMOTO dan semua character yang ada di dalam cerita ini
WARNING: AU,OOC, typo, alur kecepatan, ga⎯je dan lain-lain (suka-suka Mickey),
Story by
Mickey_Miki
.
.
.
DLDR
.
.
.
.


.
Chapter 9 : Sakit

Untuk kesekian kalinya Hinata menghela nafas. Laki-laki yang sedari tadi dia perhatikan tak sekalipun balik menatapnya. Laki-laki itu masih asik dengan apa yang dia kerjakan bersama teman-teman sekelasnya yang lain. Namun, walau begitu, Hinata pun juga ikut tersenyum ketika ada hal konyol yang dilakukan oleh laki-laki itu.

Tapi tetap saja tidak bisa menghilangkan rasa sedihnya karena terus saja diabaikan oleh laki-laki itu.

Apakah kesalahan Hinata sangat berat sampai dia diabaikan terus oleh Naruto? Lalu sampai kapan Naruto akan mengabaikannya seperti itu? Tak tahukah dia bahwa perasaan perempuan itu sangat rapuh walau sekecil apapun yang dilakukan oleh laki-laki itu pasti akan sangat berdampak pada perasaannya terlebih pada sikap tak acuh yang selalu ditujukan untuknya.

Ingin sekali Hinata pergi ke Naruto, menyeretnya, meminta penjelasan dan meluapkan segenap rasa kesal dan sesak yang telah tertimbun sejak beberapa hari yang lalu akibat perbuatan laki-laki itu. Tapi apa dengan begitu semua akan kembali seperti semula?

Tentu saja tidak. Malah kemungkinan besar akan semakin parah.



Hinata menggeleng pelan memikirkan kemungkinan terburuk yang akan dia dapatkan jika berani menghampiri laki-laki itu dan membiarkan emosinya yang memimpin. Walau berat namun dia harus tetap bersabar karena tentu saja dia belum─ tidak─ sanggup jika harus putus dengan Naruto. Laki-laki yang sudah lama mencuri hatinya bahkan ketika mereka masih duduk di junior high─walau Naruto mungkin tak mengingatnya.

Sejenak dia hela nafas mencoba meredakan rasa sesak yang kian memupuk di hatinya. Jujur saja dia sudah tidak bisa lagi menahan luapan emosi perasaannya. Siapapun itu pasti akan merasa sakit jika dihadapkan dengan posisinya saat ini terlebih dia tidak bisa berbuat apa-apa untuk merubah dan mengembalikan keadaan seperti semula.

Hinata kembali memperhatikan kegiatan yang dilakukan Naruto. Laki-laki itu masih melakukan hal konyol, bahkan terkadang membuat Iruka-sensei juga ikut tertawa. Sementara para gadis sekelasnya juga sibuk memanfaatkan kesempatan itu untuk bisa lebih dekat dengan Naruto. Hinata sedikit iri juga cemburu melihat Naruto yang memperlakukan gadis-gadis itu tak seperti biasanya saat di sekolah. Tapi sekali lagi dia tak bisa melakukan apa-apa dan inilah resiko yang dia dapatkan karena ketakutannya dan ketidakberanian dirinya mengambil sebuah keputusan.

“Naruto memang bodoh, dia akan menyesal.”

Hinata menatap laki-laki di sampingnya itu. Walau tak menatap Hinata tapi dia seakan tahu kondisi Hinata saat ini.

“Arigato, Sasuke-san.” Sahutnya.

“Ini─” Sasuke memberikan Hinata earphone yang sedari tadi dia dengar, “─Akan membuatmu lebih rileks.”

Hinata menerima earphone itu, “Arigato.” Ucapnya pada Sasuke lantas memakainya. Hinata sedikit terkejut ketika mendengarnya isi dari playlist musik milik Sasuke itu bukanlah lagu-lagu seperti dibayangannya, tetapi beberapa instrumen musik tanpa lirik. Tepatnya, isinya adalah musik-musik klasik yang memang bernada tenang dan benar saja perasaannya sedikit berubah, lebih tenang dan rileks. Angin sepoi yang berasal dari jendela bus yang dibuka Sasuke juga menambah relaksasi benaknya.

Hinata memejamkan mata menikmati setiap lantunan musik yang bersal dari earphone Sasuke dan benar-benar membuat perasaannya jadi lebih rileks.
“Apa perasaanmu sudah lebih baik?” Sasuke kembali bertanya, walau tanpa menatap Hinata.

Hinata membuka mata dan memiringkan sedikit tubuhnya pada Sasuke. Dia tersenyum, walau Sasuke tak melihatnya, “Sekali lagi arigato, Sasuke-san.”

“Hn.”

Dan Hinata terus menikmati lantunan musik itu hingga rasa kantuk itu mendominasi dirinya. Perlahan demi perlahan kesadarannya terbawa ke dalam dunia yang hanya dia saja bisa alami. Dunia yang penuh ketenangan juga kebahagiaan semu yang dia inginkan.


...

Di sisi lain, pemuda yang sedari tadi dipikirkan oleh Hinata malah semakin berulah dan menghasilkan tawa oleh teman-teman satu busnya.

Tetapi,

Walau terlihat senang dengan ulahnya, hati Naruto malah merasakan sebaliknya. Sepanjang perjalanan tak sedikitpun pikirannya teralihkan pada Hinata. Dia tahu, saat ini gadis itu tengah merasakan kesedihan yang sama dengannya atau bahkan lebih besar dari pada dirinya.

Bukan hal mudah untuk meninggalkan atau berpisah dengan orang yang dicintainya. Hanya saja dia tidak bisa melakukan apapun untuk mencegahnya. Janji yang dulu dia ucapkan kepada gadis kecilnya tak bisa dia abaikan begitu saja. Prinsip yang dia pegang teguh adalah salah satu penyebabnya.

Andai dia tidak berpegang teguh pada prinsipnya itu, saat ini dia pasti tengah bersenang-senang dengan Hinata. Melihat senyum yang merekah di bibir gadis itu, rona merah yang menghiasi pipinya, juga tawa merdu yang akan keluar dari mulut gadis manis indigonya karena ulah konyol yang dia lakukan atau godaan yang dia buat untuk gadisnya. Bukan malah melihat kesedihannya apalagi air matanya. Jujur, rasanya sangat menyesakkan ketika melihat orang yang dia cintai lagi-lagi harus merasakan kesedihan apalagi ini karena ulahnya. Ingin sekali, saat ini dia mendatangi gadis itu lalu membawa dalam dekapan hangatnya dan meminta maaf agar semuanya kembali seperti semula. Namun apa daya janji adalah janji, dia tidak bisa lagi membuat gadis kecilnya semakin lama menunggu kedatangannya─ walau dia tidak tahu bagaimana rupa gadis itu sekarang. Jadi sebisa mungkin dia akan mencoba untuk menghindari Hinata, menghilangkan sedikit demi sedikit perasaan yang sudah membuncah ruah dalam dirinya.

Walau dia tahu mereka akan semakin terluka karenanya.

Naruto sekali lagi melirik Hinata. Kerinduannya semakin membuncah kala melihat gadis itu tepat didepannya sekarang. Gadis manis itu tengah menikmati lantunan musik dari earphone miik Sasuke sambil memejamkan matanya. Hingga ia sadar jika gadis manis itu sudah terlelap dalam tidurnya.

Mimpi indah Hinata dan maaf sudah membuatmu terluka. Batin Naruto.


...

Hinata tidak pernah merasa sesenang ini saat menatap wajah laki-laki yang duduk di sampingnya saat ini dan sedang memegang kedua tangannya erat, kedua safir indahnya begitu intens menatapnya ada binar kerinduan yang begitu jelas dipancarkan dari kedua mata indah itu hingga menimbulkan rasa enggan yang besar untuk mengalihkan dari tatapan itu.

“Maaf yah, sudah membuatmu seperti ini.” Ungkapnya penuh sesal dan Hinata merasa ada aliran air yang membasahi pipinya, dadanya sesak penuh rasa lega dan bahagia yang bercampur hingga membuatnya tak mampu mengeluarkan sepatah kata.

“Ku mohon Hinata, jangan menangis. Aku tidak bisa melihatmu menangis, dada ini─” Naruto membawa sebelah tangan Hinata menuju dadanya, “─terasa sesak.” Ungkapnya. Jari-jemarinya menelusuri pipi Hinata dengan lembut dan menghapus air matanya. Ada perasaan bahagia luar biasa ketika diperlakukan sebegitu lembut dan penuh perhatian oleh laki-laki itu dan membuat harapannya kian tumbuh.

Laki-laki itu tersenyum melihat reaksinya, matanya berbinar penuh cinta. Perlahan laki-laki itu memajukan wajahnya dan mengecup singkat bibirnya lalu menarik kepalanya menjauh. Ingin sekali Hinata meraih tubuh laki-laki itu, membawanya kedalam dekapan agar lelaki itu tak pernah lagi menjauhinya, namun lelaki itu hanya tersenyum dan semakin menjauh. Ia ingin mengucapkan sesuatu, menahan laki-laki itu agar tak beranjak pergi meninggalkannya lagi tetapi tak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibirnya. Lidahnya terlalu kelu untuk mengeluarkan sebuah kata.

Laki-laki itu semakin menjauh dan Hinata tak bisa menahan kesedihannya. Air matanya kini kembali mengalir dan dia sadar laki-laki itu tak akan lagi menghapusnya.

...

Guncangan lembut dilengannya membuat Hinata kembali terjaga dan menyadari apa yang baru saja dia alami hanyalah mimpi.

Mimpi yang tadinya dia harapkan berakhir dengan baik namun sama seperti apa yang sedang dia rasakan saat ini. Menyakitkan. Bahkan di dalam mimpinya pun berakhir dengan laki-laki itu meninggalkannya.

“Hinata, kita sudah sampai.”

Panggilan tersebut dengan mudah membawanya kembali dan menghentikan segala pemikirannya. Mimpi yang benar-benar─ sangat─ menyakitkan. Apakah nanti dia dan Naruto akan kembali seperti dulu lagi? Semoga saja apa yang dia harapkan itu bisa terkabul.

Perlahan dia membuka kedua kelopak matanya dan menemukan Sasuke yang memperhatikan dan menunggu reaksinya.

“Kita sudah sampai dan teman-teman yang lain sudah turun duluan.” Jelasnya memberikan kode secara tidak langsung pada Hinata agar segera bergegas dan ikut turun menuju teman-temannya.

“Ah... gomene Sasuke-san. Aku terlalu menikmati musiknya.” Perlahan Hinata bergerak dan beranjak dari kursi itu diikuti oleh Sasuke.

“Hinata.” Hinata menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Sasuke yang menatapnya dengan ekspresi datar namun dalam pancaran matanya terbesit rasa kasihan yang bahkan Hinata pun bisa menarasakannya, “Air matamu.... Hapus dulu air matamu.” Ucapnya dan diikuti oleh gerakan tangan Hinata menelusuri pipinya.

“Dobe, memang bodoh. Tapi percayalah dia pasti akan kembali padamu. Aku tahu dia juga memiliki perasaan yang sama seperti yang kau rasakan padanya.” Rasa kasihan sekaligus perasaan dibutuhkan secara refleks menggerakkan tangannya hingga tanpa sadar Sasuke juga ikut menyentuh pipi Hinata dan menghapus air mata di pipi gadis itu.

Dia tahu perasaannya pada gadis itu sudah tak ada dan dia pun tahu apa yang dia rasakan dulu hanyalah obsesi pada sesuatu yang membuatnya tidak nyaman akan sikap tak acuh yang ditunjukan gadis itu dan untuk sekarang dia tahu apa yang dia rasakan adalah perasaan sebagai teman yang dibutuhkan. Walau dia juga sangat membutuhkan seseorang sebagai teman untuk mencurahkan semua isi kepalanya yang beberapa hari ini membuatnya tak nyaman.

“Argato, Sasuke-san.”

“Hn.”

Dan mereka pun kembali melanjutkan langkah kakinya.


...

“Apa kalian sudah lengkap?” Iruka-sensei berdiri di depan sebagai pembimbing mereka. Bukan hanya Iruka-sensei. Tiap wali kelas menjadi pembimbing masing-masing kelas yang mereka bimbing.

“Sebentar lagi kita akan menuju tempat perkemahan. Jangan sampai ada yang tertinggal!”

Hampir semua siswa merasakan kegembiraan pada acara kemah ini, tidak hanya pada acara-acara yang sudah disiapkan oleh panitia yang tentu saja sangat menarik, mereka juga bisa saling lebih mengenal terutama para gadis yang bisa lebih dekat dengan pangeran-pangeran sekolahnya itu.

Belum setengah perjalanan hampir semua murid mengeluh karena kelelahan terutama pada para gadis. Tidak seperti diawal saat baru akan mendaki─ yang penuh semangat, teriakan, juga lagu-lagu untuk menambah semangat─ kini mereka malah ingin kembali karena tidak sanggup untuk melanjutkan perjalanan itu.

Sama seperti Hinata. Gadis ini juga sangat kelelahan, bajunya bahkan lembab karena keringat yang terus mengalir dari pori-pori tubuhnya, namun demikian tak sekalipun dia melontarkan kalimat-kalimat keluhan seperti gadis-gadis lain. Sebaliknya, gadis yang berjalan di sampignnya, malah tidak sama sekali menampakkan raut kelelahan seolah dia sudah terbiasa jalan jauh atau mendaki gunung. Gadis manis buble gum itu malah terlihat bersemangat. Tak jarang dia memberinya semangat untuk tidak seperti gadis-gadis yang lain yang terus mengeluh dan tentu saja tindakan gadis itu membuat Hinata bingung sekaligus senang.

Hinata berfikir, mungkinkah gadis buble gum itu mengenalnya sebagai teman sepermainannya ketika mereka masih berada di dalam play group?

Hinata menggeleng akan pemikirannya itu. Hal itu sepertinya tidak mungkin, kalaupun dia mengenal Hinata seharusnya sedari awal dia menegurnya, bukan malah mengacuhkan Hinata─walau tidak ikut dalam pembulian.

“Semangatlah. Kita hampir tiba.” Sekali lagi Sakura memberi semangat pada Hinata. Senyum gadis itu pada akhirnya menulari Hinata dan juga ikut tersenyum walau otot-ototnya sudah tidak bisa lagi digerakkan karena kelelahan. “Arigato.”


Kurang lebih 25 menit, akhirnya mereka tiba di tempat kemah. Kesan pertama yang mereka rasakan adalah rindang dengan banyak pohon yang tumbuh. Segala rasa lelah yang mereka rasakan sebelumnya seolah telah tertelan dengan pemandangan yang disuguhkan oleh tempat yang mereka pijaki. Bagaimana tidak, tempat perkemahan mereka berada di pegunungan dengan banyak pohon yang rindang, beberapa meter di depan mereka adalah pemandangan bukit-bukit hijau yang dipadukan dengan langit cerah, juga awan-awan yang berbentuk bunga kol dengan banyak bentuk dan mereka juga bisa mendengar suara air yang berbenturan dengan batu yang artinya jika mereka menuruni beberapa tanjakan, mereka akan menemukan air terjun.

Siapa yang tak semangat bila mendengar suara riak air akibat berbenturan dengan bebatuan? Apalagi setelah menempuh perjalanan yang membuat banyak keringat bercucuran juga rasa lelah.

Hanya satu di dalam benak murid-murid sekolah Konoha High itu, yaitu mandi dengan air segar dari air terjun pegunungan dengan pemandangan alam di sekitar mereka. Bukankah itu memang sesuatu yang selalu dicari jika bepergian di daerah berhutan?

“Baiklah anak-anak, kalian boleh istirahat selama 20 menit, setelahnya kita akan membangun tenda.”

Suara dari masing-masing pembimbing hampir tak ada yang hiraukan. Mereka lebih memilih untuk beristirahat dan bercengkrama tentang rute yang telah mereka lalui. Yah jika memiliki seorang teman ataupun patner. Bagaimana dengan gadis yang satu ini yang sedari dulu tak memiliki teman, atau dia punya tetapi mereka semua menjauhinya. Entahlah─

Dia lebih memilih untuk menikmati udara segar yang berasal dari tempat itu, mendengarkan suara lantunan dari permainan musik alam yang dengan mudah merasuk hingga membuat batinnya lebih rileks.

Sambil memejamkan matanya dan menghirup udara yang segar, memanfaatkan kesempatannya saat ini. Udara di sini sangat berbeda dengan daerah tempat tinggalnya yang penuh dengan debu juga asap dari kendaraan beroda.

“Oke anak-anak, waktu istirahat sudah selesai. Kita akan membagi kelompok untuk pembuatan tenda dan penyiapan bahan makanan.......”

...

Dan setelah pembuatan tenda yang diselingi tawa juga keringat yang bercucuran mereka─para siswa─ harus mencari kayu untuk memasak juga sebagai api unggun untuk acara pembukaan malam nanti.

Tidak sulit mencari kayu sebagai bahan bakar di sana, toh tempat mereka berkemah adalah hutan yang banyak mempunyai kayu ataupun ranting yang bisa manfaatkan.

Sementara para siswi juga sudah menyelesaikan tugas mereka setelah kayu bakar dari para siswa sudah disiapkan.

Beberapa jam setelah kegiatan awal itu selesai, matahari perlahan turun dan menampilkan perubahan warna langit yang indah. Pencampuran warna yang sangat kontras dengan yang lain dan menghasilkan perpaduan warna lembut yang memanjakan mata. Namun.. sayangnya, para murid Konoha High harus menelan pil kekecewaan karena tak bisa menikmati terlalu lama perubahan warna tersebut akibat pembukaan kegiatan kemah yang tidak lama lagi mereka lakukan.

Api unggun menyala dengan anggunnya dan menghangati tiap siswa yang mengelilinginya. Setelah pembukaan yang cukup menyenangkan, kini mereka dibiarkan untuk bermain sesuka mereka. Ada yang mengobrol, bernyanyi, bahkan berjoged. Derai tawa membahana di hutan itu, menggema dan memantul. Sepertinya mereka semua sudah melupakan rasa lelah saat perjalanan ke tempat itu.

“Ingat, jangan terlalu larut bermain. Besok kalian harus bangun pagi.” Guru-guru yang lain megingatkan mereka. Namun tak ada jawaban dari para murid dan guru-guru memakluminya.

Hinata hanya bisa tersenyum lucu melihat tingkah dari teman-temannya. Dia tidak bisa ikut seperti yang lain bermain dan menari. Dia bukanlah tipe perempuan seperti itu, lagi pula tubuhnya masih terasa lelah. Dia juga tidaklah sama seperti beberapa tahun yang lalu. Perempuan yang energik─ periang dan semangat. Sejak kecelakaan itu dia berubah. Kecelakaan yang sudah merenggut sebagian cita-citanya.
“Hacchiii...”

Hinata tersenak ketika seseorang bersin di sampingnya.

“Ah... Maaf, yah. Apa aku membuatmu kaget?”

Hinata menggeleng pelan. “Ie...” suasanya jadi canggung. Hinata tidak tahu apa yang harus dia katakan. Padahal tadi dan hari-hari sebelumnya Hinata marah dengan laki-laki blonde yang saat ini duduk di sampingnya. Sudah banyak rangkaian kata yang sudah dia susun di kepala untuk diluapkan pada laki-laki itu. Namun, entah kenapa setelah berdekatan seperti itu tak ada yang bisa dia ucapkan. Seolah ada banyak tumpukan daun-daun kering yang menyumbat tenggorokannya, hingga kata itu tak bisa keluar.

Sedang Naruto sendiri juga bingung mau bilang apa pada Hinata. padahal tadi dia sudah susun banyak kata untuk diucapkan pada gadis itu dan entah kemana kata-kata itu hilang, sekarang suasananya benar-benar jadi kikuk.

Seharusnya jika ada sepasang kekasih yang lama tak ketemu─ dan akhirnya bertemu, mereka langsung meluapkan rindu satu sama lain. Saling berpelukan dan berbagi kasih. Namun ini lain cerita, mereka bahkan sering bertemu, walau tak saling menyapa, tapi status mereka masih ada. dan inilah jadinya jika sepasang kekasih ada yang seperti mereka─ satu menghindar dan yang lain tak berusaha menggapai. Suasananya benar-benar kikuk.
“Haaachii...”

Hinata berbalik ketika Naruto bersin. Ada rasa cemas yang menghinggapinya. “Kau tidak apa-apa, Naruto-kun?” tanyanya dan tanpa sadar tangannya sudah berada di kening laki-laki blonde itu. “Badanmu hangat. Sebaiknya kau kembali ke tenda dan beristirahat. Aku akan mengantarmu.” Lanjutnya seraya berdiri. Berniat memegang tangannya namun Naruto menghentikannya dan menarik Hinata untuk kembali duduk.

“Tidak. Aku baik-baik saja. Hanya saja aku tidak tahan dingin.” Sanggahnya.

Hinata merasa ini seperti mimpi. Mimpi yang selalu datang saat dirinya terlelap. Mimpi yang endingnya selalu tidak menyenangkan. Dan dia tidak ingin mengalaminya lagi.

“Ta... Tapi, kau─”

“Aku hanya ingin mengobrol denganmu, Hinata-chan.”

“Ba...baiklah.” jantung Hinata serasa mau lepas dari tubuhnya. entah kenapa ada perasaan tak nyaman. Mungkinkah ini adalah akhir dari mereka atau ini hanya perasaan buruknya saja.

“Hinata... a...aku minta maaf... aku─”

“Eh... Naruto-kun... ayo ikut kami...”

Naruto tak sempat mengelak dan melanjutkan kata-katanya saat murid-murid perempuan mengerubuninya dan menariknya menjauh dari Hinata.
Hinata hanya bisa tersenyum masam saat mereka menjauhkan Naruto darinya namun di sisi lain dia juga legah. Lega karena jantungnya akhirnya berdetak normal kembali. Legah karena dia─ mungkin─ tak akan mendengar kelanjutan dari kata-kata Naruto yang ─mungkin─ akan kembali melukainya, bahkan lebih parah.

Well, tapi kepastian tentang mereka malah semakin jauh..


....

Pagi menjelang, namun matahari belum menampakkan dirinya dari balik horison. Udara masih dingin, bahkan sisa-sisa api unggun semalam tak membantu menghangati tubuh.

Naruto berjalan, tak bisa tidur semalam karena udara di sekitar hutan itu sangat dingin. Dia memang tak tahan dengan dingin. Teringat tentang masa lalunya, saat masih duduk di bangku junior high. Dia juga pernah datang ke sini untuk berkemah. Dulu, saat itu tak ada yang dipikirkannya selain bersenang-senang dan mencari gadis kecilnya namun sekarang malah seperti ini. Terjebak dengan perasaan dan janjinya.

Langkahnya semakin jauh dari perkemahan. Dia ingin ke tempat itu lagi. Tempat yang tidak sengaja dia temukan beberapa tahun yang lalu saat kemah.
Ah... Andai dia tak lagi sedang menghindari Hinata. Ingin sekali dia mengajak gadis itu ke sana. Dia pasti akan senang sekali. Sebenarnya dimana gadis kecilnya sekarang?

Naruto sampai di tempat itu. Sungguh siapapun yang melihatnya akan merasakan apa yang ia rasakan saat ini. Pemandangan yang sangat memanjakan mata juga batinnya. Sang penguasa alam benar-benar hebat dalam menciptakan sesuatu. Taman bunga bak taman surga, ditumbuhi berbagai jenis tumbuhan dan bunga warna warni dan beraneka ragam. Tumbuh di perbukitan tinggi tempat kemah mereka yang hanya sedikit orang tahu termaksud dirinya. Matahari perlahan menunjukkan dirinya di balik horison, menghasilkan gredagrasi warna yang indah semakin mempercantik keindahan yang ada dibukit itu. Pantulan warna-warna yang terbuntuk, harum bau kas pegunungan juga harmonisasi nada-nada yang terbentuk dari alam mungkin ini adalah bentuk dari surga dunia yang sesungguhnya.

Naruto menutup matanya, meresapi apa yang disuguhkan di hadapannya. Perlahan dia buka matanya dan melangkahkan kakinya agar bisa merasakan sinar hangat sang mentari pagi. Namun, dia sedikit tertegun, langkah kakinya terhenti ketika melihat seseorang yang sudah duluan tiba di tempat itu. Dia─ orang itu─ tengah duduk tidak jauh di depannya, sambil membelakanginya─ menatap pemandangan itu. Rupanya bukan hanya dia seorang─ dari rombongannya─ yang tahu tempat itu.

Naruto berniat menyapanya jika saja orang itu tidak berbalik dan melihatnya. Jantungnya berdegup, entah mengapa. Dalam pikirannya, dia membayangkan gadis yang dilihatnya itu adalah sesosok makhluk astral yang ditakutinya. Rambutnya panjang menjuntai hingga kepinggang dan ketika berbalik sebagian wajahnya tertutup oleh rambutnya dan karena menutupi cahaya wajahnya jadi gelap.

Naruto baru akan beranjak dan mengambil langkah seribu dari tempat itu jika saja dia tidak mendengar suara halus nan lembut yang sudah dia hapal.

Hinata

Dan masih dalam keterpakuannya gadis itu menyapanya.

“Naruto-kun!?”
.
.
.
TBC
.
.
.

a/n : Chapter 9 sampai segini dulu, soalnya banyak kerjaan dan ide yang muncul barus segini. Saya juga mau minta maaf karena lama update-nya. Kalian juga pasti punya dan pastinya juga tahu kalau kesibukan di dunia nyata itu pasti banyak, sama halnya kayak saya. Yah seperti lagunya WALI – Pergi Pagi, Pulang Pagi, seperti itulah kegiatanku sekarang. Lagipula jaringan dirumahku itu jelek sekali, pergi ke warnetpun tidak mungkin karena sibuk. Dan terima kasih pada seseorang dari Grup Fanfict NaruHina di Facebook yang sudah memberitahuku cara publish fict lewat HP.

Dan untuk Reader semua, terima kasih karena masih menunggu cerita ini. maaf kalau saya gak bisa membalas review kalian satu-satu.

Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
Share:

0 komentar:

Post a Comment

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com