Fly with your imajination

Tuesday, August 18, 2015

Sleeping Beauty

Sebelumnya : Bagian 1

“Kenapa kau terus mengikutiku?” Tanyanya tanpa mengalihkan tatapannya dari komputer di depan. Kedua tangannya terus menari di atas keybord.

“Aku tidak tahu, tubuhku hanya ingin terus berada di dekatmu. Sepertinya tubuhmu memiliki magnet untuk membuat rohku tetap melekat pada dirimu.” Sahutku tanpa menatapnya. Tubuhku melayang mengelilingi ruangannya sambil melihat-lihat interior yang tertata dalam ruangannya itu.

Ruangan dengan nuansa khas seorang lelaki namun lembut. Di belakang tempat duduk kebesaranya ada sebuah jendela yang menampakkan pemandangan kota Tokyo. Aku yakin cahaya langit senja akan langsung memasuki ruangan ini dari jendela itu. Dan pada malam hari akan menampakkan pemandangan kerlap-kerlip cahaya dari gedung, rumah-rumah, pertokoan, juga mobil-mobil yang berlalu lalang.

By the way, kenapa kau masih bekerja walau sudah malam? Ku pikir jam kantor itu sampai jam empat sore.” Tanyaku menghampiri dirinya yang masih terpaku pada layar computer di depannya. Kenapa aku jadi merasa seolah computer itu adalah kekasih yang harus terus dia perhatikan?

Dia sedikit melirikku kemudian kembali lagi pada komputernya. Apa dia tidak bisa lebih lama berpaling dari komputernya? “Bukan urusanmu.” Jawabnya ketus. Dasar menyebalkan jika bukan karena dia bisa melihatku, bisa mengajaknya berbicara dan juga perasaan yang selalu ingin bersamanya, aku juga tidak akan datang menemuinya.

Aku menghela nafas sedikit meredakan gejolak dalam dada untuk menyemburnya. “Kau bicara terlalu ketus. Kenapa kau selalu bicara pada orang dengan nada seperti itu? Kau akan cepat tua jika melakukannya terus menerus. Lagi pula tidak ada wanita yang menyukai laki-laki yang bermuka tua.”

“Dan kenapa kau itu cerewet sekali. Kau pikir lelaki menyukai gadis cerewet sepertimu?” sahutnya lantas menatapku pongah.

“Aku tidak peduli. Lagipula tubuhku masih seperti ini. Tidak ada yang bisa melihatku selain dirimu.” Aku ke belakangnya dan melihat apa yag sedang dia lakukan. Ku lihat grafik-grafik dengan angka-angka yang membuat mataku sedikit berputar. Walau saat kuliah penelitianku adalah mengolah data, namun data-data yang dia kerjakan saat ini benar-benar sukses membuat mataku berputar.

“Mengerikan.” Dia tiba-tiba berbalik menatapku hingga jarak wajah kami sangat dekat. Aku menatapnya dengan heran saat dengan tiba-tiba dia memalingkan wajahnya dengan sedikit guratan merah di pipinya. Apa dia malu dengan aku? Tapi rasanya itu tidak mungkin. Laki-laki seperti dia, tidak mungkin seperti itu.

“Aku heran dengan orang kaya, mungkin juga kagum dengan mereka. Mengerjakan pekerjaan yang sulit bahkan yang tak masuk akal sekali pun demi keuntungan.” Kataku lantas menatap lalu lalang kendaraan dari balik jendelanya.

Tidak ada sahutan darinya, pandangannya masih fokus pada layar komputer. “Apa kau tidak sakit kepala menatap komputer selama itu bahkan mengerjakan data-data mengerikan itu? matamu bisa kena rabun, loh?”

Lagi, dia tidak menjawab namun menutup komputernya dengan tiba-tiba. “Kau mau pulang sekarang? Ku pikir kau akan lama betah di sini dengan kekasihmu itu.”

Dia menghentikan gerakannya sejenak, kemudian melongos pergi tanpa memedulikan aku. “Hei, kau tidak sopan sekali. Kau pikir wanita menyukai pria yang mengabaikan mereka?” Ucapku kesal. Tidak bisakah dia menyahuti perkataanku. Aku tahu ini memang menyebalkan, tapi setidaknya dia bisa mengerti perasaanku. Baru kali ini aku menemukan seorang manusia yang bisa melihatku, setidaknya dia bisa menjadi baik.

...

Kami beriringan memasuki sebuah pekarangan rumah mewah─walau sebenarnya akulah yang lagi-lagi mengikutinya. Rumah mewah bergaya mediterania dengan pilar yang berukir naga di pintu masuknya. Halaman luas dengan tanaman bonsai yang diukir berbagai jenis hewan juga bunga yang mengelilingi bonsai itu. di tengah-tengahnya ada air mancur dengan patung putrid duyung yang sedang menuangkan air dari guci.

Lain di luar, lain pula di dalam. Interior yang sangat menakjubkan, lukisan dinding karya pelukis terkenal, perabotan dengan harga yang mahal, tertata rapi dalam rumah ini. jadi beginikah istana yang biasa ku baca dalam dongeng. Sangat menakjubkan. Laki-laki ini benar-benar orang yang kaya.

“Kau gila. Kau tidak punya otak, hah? Teganya kau lakukan itu pada kami.”

“Aku tidak melakukan apapun. Kenapa kau selalu menuduhku yang tidak benar?”

Sasuke─lelaki itu berjalan menghampiri orang-orang yang tengah bertengkar itu. Pandangannya tajam dan semakin dingin bahkan auranya sampai ku rasakan. Benar-benar menusuk. Ku pikir dia akan menegur mereka namun tidak. Dia malah melewati mereka , seolah mereka hanyalah bayangan malam yang tak berarti baginya.

“Hei... Kau tahu itu adalah perbuatan tidak baik, melewati mereka seolah mereka itu tak ada. Kenapa kau tak mengentikan mereka?”

“Diamlah! Aku tidak mau mendengar ocehanmu saat ini. Sudah cukup mereka yang membuatku pusing jangan kau menambahnya dengan ocehanmu itu.” dia tidak menghiraukanku dan terus saja bejalan. Sampai suara tadi tak terdengar lagi.
Dia berjalan menuju balkon. Raut wajahnya sendu, aku juga bisa merasakan apa yang dia rasakan saat ini. Melihat orang tua bertengkar di depan mata benar-benar membuat tak nyaman terlebih ada orang lain yang melihatnya.


Aku terus memperhatikannya yang tengah menatap angkasa dengan tatapan kosong. Apa yang tengah dia pikirkan? Batinku menggeliat ingin mengetahui isi pikirannya. Aku tidak ingin dia melakukan hal-hal konyol seperti di rumah sakit waktu itu.

PUK

“Apa yang kau lakukan?” Dia bertanya. Aku pun bingung apa yang ku lakukan. Bantal itu tiba-tiba saja bergerak dengan sendirinya dan menumpuk kepalanya.

“Aku juga ingin tahu apa yang sudah ku lakukan.” Sahutku menatapnya dengan bingung. “Kau kan tahu aku tidak bisa menyentuh sesuatu.”

“Kalau bukan kau yang menggerakkan bantal itu lalu siapa? Hantu lain selain dirimu?” Balasnya dan ku balas dengan anggukan bahu. “Entahlah. Mungkin kau benar. Ada hantu lain selain aku yang tinggal di sini.” Sahutku tak acuh.
“Aku pasti akan gila.” Sahutnya kesal dan berlalu menuju kamar mandi.

Aku termenung di atas kasur memikirkan apa yang sudah ku lakukan barusan. Bagaimana aku bisa menggerakkan bantal itu tanpa menyentuhnya? Apa aku memiliki kekuatan seperti itu? Ataukah itu adalah kekuatan yang berasal dari kemauan yang kuat?

Tiga puluh menit berselang Sasuke keluar dari kamar mandi. Andai aku masih berada di dalam tubuhku, hidungku pasti sudah mengeluarkan darah. Bagaimana tidak, Sasuke keluar hanya dengan menggunakan handuk pendek. Dengan tubuhnya yang atletis, dada bidang, perut yang membentuk kotak-kotak, siapapun gadis itu pasti akan meluruh bahkan nosebleed. Sial laki-laki ini pasti sengaja melakukannya.

“Ada apa dengan tatapanmu itu? Kau terpesona dengan tubuhku?” Aku membenci sikapnya ini. Dia bertanya dengan seringai menyebalkannya itu. Sial. Dan aku lebih membenci diriku sendiri karena sudah mengakui kalau aku memang benar-benar terpesona dengan tubuhnya. Hei, kemana dia yang dingin?

“Apa kau tidak memiliki sopan santun? Seharusnya kau keluar dengan menggunakan pakaian lengkap dan tidak setengah-setengah. Kau tidak lihat ada seorang gadis yang duduk di sini?” sahutku mengalihkan tatapanku dari tubuhnya. Andai aku bisa melakukan hal tadi, ku pastikan seluruh benda di sini akan melayang ke arahnya.

“Tidak usah mengalihkan topik, aku tahu kau terpesona.” Dia tersenyum setelah mengucapkan itu dan lagi-lagi membuat sesuatu dalam diriku menggigil namun anehnya aku menyukai itu.

“Kalau kau tahu, kenapa malah melakukannya? Kau sengaja ingin membuatku malu?” sahutku semakin dongkol. Laki-laki ini benar-benar menyebalkan, licik seperti ular. Andai seluruh karyawan di kantornya tahu apa yang akan mereka pikirkan, terlebih untuk yang wanitanya?

“Hei... Kenapa kau marah? Seharusnya kau bersyukur, aku sudah memperlihatkan tubuhku yang indah ini.” Rasanya dia semakin bersemangat menggodaku. Laki-laki ini─


“Kau.... Menyebalkan.” Usai mengatakan itu, bantal-bantal bertebrangan dan menyerang Sasuke.

“Apa yang kau lakukan? Hentikan! Berhenti membuat bantal-bantal ini menimpukku.” Kata Sasuke seraya menangkis bantal-bantal yang berdatangan ke arahnya. Handuk yang dia gunakan semakin meluruh dan akhirnya terjatuh.

Mataku membulat, “Kyaaa....., apa yang kau lakukan? Cepat tutup.” Ucapku sambil menutup mataku sebelah tangan dan tangan yang lain menunjuk bagian pangkal pahanya. “Apa kau sudah menutupnya?” tanyaku.

“Kau bisa membuka matamu sekarang dan berhentilah menimpukku dengan bantal-bantal ini.”

Ragu-ragu aku membuka mata dan melihatnya. Aku menghela nafas, untunglah mataku tak sempat melihat seseuatu di balik handuknya itu.

BLUSH

Apa yang ku pikirkan? Kenapa malah jadi itu yag terbayang. Ah.... Sasuke bodoh, gara-gara dia pikiranku jadi mesum.
“Cepat hentikan!”

Kak... Kau sedang apa? Ini sudah malam, aku tidak bisa belajar.” Suara adik Sasuke terdengar dari balik pintu. Rupanya kekacauan ini sampai terdengar di kamarnya.

“Ah... Maaf Hinata. Aku akan menghentikannya.” Sahut Sasuke tanpa membuka pintu. Bantal-bantal masih melayang ke arahnya. Dia melihatku tajam, “Hentikan. Sekarang. Juga.”

Tidak berselang lama, bantal-bantal itu berhenti dan jatuh. Aku tidak yakin bahwa akulah yang sudah menghentikan benda-benda itu. Melakukannya saja aku tak tahu apalagi menghentikannya.

“Kau! Tidak bisakah kau mengontrol kekuatanmu itu. Menyebalkan.” Sasuke mendumel lantas segera memakai baju dan membereskan kekacauan yang sudah ku buat. Dia terlihat akan membuka handuknya.

“STOP”

Sasuke menghentikan gerakan tangannya dan menatapku aneh namun beberapa detik kemudian dia kembali menampakkan seringainya, “Apa yang kau pikirkan, hm?” tanyanya lantas berjalan ke arahku sambil memegang handuknya.

“A... Apa yang kau lakukan? Menjauh dariku.” Sadar atau tidak aku jadi gugup. Memikirkan jika dia melepaskan handuknya dan memperlihatkan padaku sesuatu di balik handuk itu. membuat kepalaku jadi panas. “A... Aku akan melakukan hal yang tadi padamu jika kau tidak berhenti.” Lanjutku melihat dia tak berhenti.

Sasuke menghembuskan nafas. “Kau serius sekali.” Katanya lantas menanggalkan handuk yang dia pakai.

“Ap─”

“Aku memakai boxer. Malam ini panas sekali jadi aku hanya memakai ini untuk tidur. sebenarnya apa yang tengah kau pikirkan? Kau kira aku akan memperlihatkanmu?” ucapnya sambil naik ke atas tempat tidur dan menyelimuti dirinya sebatas pinggang. “Kau... kau harus mengontrol kekuatanmu itu. sangat menyebalkan jika hal tadi terulang lagi.” Lanjutnya sebelum menutup mata.

“Akan ku coba.” Ucapku seraya keluar menuju balkon rumahnya. Menatap angkasa sampai mentari menggantikan tugas bulan. Hantu memang tak bisa tidur, memang apa lagi yang mau distirahatkan jika organ-organ dalam tubuh sudah tidak berfungsi lagi.

Keesokan harinya, masih tetap sama. Layaknya sekor anak ayam yang terus mengikuti induknya aku kembali mengikuti dia menuju kantornya. Aku juga heran mengapa tubuhku selalu mengikuti kemana dia pergi. Well, kecuali ke kamar mandi.
“Sasuke kau tahu mengapa aku tidak bisa kembali ke tubuhku? Aku bukanlah hantu gentayangan, tubuhku hanya tertidur dengan rohku yang keluyuran sambil mengikutimu. Ku rasa kau tahu bagaimana aku bisa kembali atau setidaknya kau bisa membantuku kembali pada tubuhku.”

Sasuke menatapku namun aku tidak mengerti dengan arti tatapannya itu. Tatapannya berbeda dengan tatapan biasanya. “Baiklah. Aku akan membantumu, lagipula aku sudah bosan mendengar ocehanmu. Tiap hari, mulai pagi hingga aku tertidur suaramu selalu menghiasi telingaku hingga membuat sebagian fungsinya berkurang.” Jawabnya. Entah kenapa aku malah merasa dia mengatakan hal yang sebaliknya dengan apa yang dia rasakan.

Thank you.” Sahutku sambil tersenyum.


.
oOo
.

Seperti biasa dia berjalan dengan arogansi luar biasa, tak menoleh pada bawahannya, senyum bahkan sapaan mereka hanya dibalas “hn” satu kata bernada ambigu yang benar-benar membuat orang naik darah namun tentu saja para bawahannya hanya tersenyum menanggapi, menyembunyikan kekesalan mereka pada tingkah sang atasan yang menyebalkan.

Tapi beda lagi dengan para karyawati yang melihatnya. Mereka bahkan tersenyum kelewat batas menyapa atasannya itu. Tak jarang juga ada yang sampai mengeluarkan suara aneh demi agar Sasuke dapat menatapnya. Mereka sungguh aneh.

“Apa mereka selalu seperti itu. Aku sampai merinding mendengar suara aneh mereka.” Ucapku sambil melayang di samping Sasuke.

“Tidak usah diperdulikan!” Ucapnya seraya memasuki lift eksklusif khusus para direksi dan yang memiliki kedudukan tinggi di perusahaan ini. Sasuke menekan tombol lantai di mana ruangannya berada. Lantai 105, lima lantai sebelum ruangan CEO.

“Kau tidak merasa aneh pada mereka? Mereka seperti terlilit ular. Ih... mengerikan.” Kataku sambil mendekap tubuh sendiri membayangkan seseorang menyapa orang lain ketika tubuhnya terlilit oleh ular.

Sasuke sedikit tersenyum mendengar penuturanku, barangkali dia juga sedang membayangkan apa yang sedang ku hayalkan. “Kau terlalu banyak berkhayal.” Sahutnya menatapku geli. Dia tersenyum. Hal yang tak pernah ku lihat sebelumnya. Andai dia selalu seperti itu, ku yakin wanita-wanita yang bekerja padanya akan semakin menyukainya bahkan para pria juga akan mengubah pandangan mereka terhadapnya.

TING...

Lift terbuka menampakkan beberapa ruangan dan sebuah lorong khusus menuju ruangan Sasuke seorang. Kami berjalan kearahnya, melintasi lorong itu hingga beberapa meter ke depan seseorang wanita dengan pakaian yang terbilang kekurangan bahan sudah menunggu Sasuke di depan pintu.

“Selamat pagi, Sir.” Ucapnya sambil membukakan pintu untuk Sasuke. lagi-lagi aku mendengar suara aneh itu. Apa suara aneh itu sedang tren di kantor ini?

Sasuke tak menjawab lantas masuk begitu saja di dalam ruangannya itu.

“Apa kau memerlukan sesuatu, Sir? Sarapan pagi misalnya atau kopi panas?” Tanyanya. Ku pikir wanita ini tidak akan puas jika tak mendengar sahutan dari Sasuke.

“Tidak. Kembalilah ke tempatmu, Karin.” Balas Sasuke tak acuh namun dingin. Meletakkan tasnya di atas meja dan langsung menduduki mejanya.

“Baik, Sir.” Sahutnya dan lambat-lambat menutup pintu sambil terus menatap Sasuke yang mulai menyibukkan diri pada laptop kesayangannya. Laki-laki ini benar-benar dingin atau dia itu mengidap penyimpangan seksual? Ah... apa yang semalam itu hanya imajinasiku saja.

“Jangan membayangkan aku seperti itu. Kau tahu aku bagaimana.” Kata Sasuke tiba-tiba memotong apa yang tengah ku pikirkan.

“Eh, kau bisa membaca pikiranku?” Tanyaku perpaduan antara terkejut juga kagum.

“Siapapun akan tahu dengan isi kepalamu itu jika saja mereka melihat ekspresimu. Bahkan dijidatmu pun sudah terpampang jelas apa apa yang kau pikirkan.” Aku merenggut mendengar perkataannya itu. andai aku bisa mengontrol kekuatanku, bantal sofa itu akan kulempar padanya. “Dan jangan membuat benda-benda di dalam ruanganku ini berterbangan dan membuat ruanganku jadi kacau.” Lanjutnya tak menatapku. Kurasa dia memang memiliki kemampuan untuk membaca pikiran. Buktinya dua kali dia bisa menebak pikiranku dan mungkin itu juga yang membuatnya bisa mendapatkan tender yang banyak.

“Kenapa kau menyebalkan sekali?” Ucapku tak ada lagi yang bisa ku ucapkan sebagai balasan. Aku pun pergi meninggalkan dia sendirian di dalam ruangannya itu.

Selanjut Bagian 3
Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
Share:

0 komentar:

Post a Comment

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com